Kamis, 17 Februari 2011

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA MELALUI TEKNIK PENGAMATAN GAMBAR FOTO PERISTIWA PADA SISWA KELAS VIII SMP AL ISLAM 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang tidak bisa terpisahkan dalam seluruh proses belajar siswa di sekolah. Selama menuntut ilmu di sekolah, siswa sering di ajarkan dan diberi tugas untuk menulis, oleh karena itu mereka diharapkan akan mempunyai wawasan yang lebih luas dan mendalam setelah melakukan kegiatan menulis.
Kridalaksana (2005: 968) menulis adalah melahirkan pikiran tematik atau perasaan seperti mengarang, membuat surat dalam tulisan. Akhadiah (2002: 2) mengungkapkan bahwa menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkan secara tersurat. Menulis berarti mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan dan wawasan ke dalam tulisan yang sistematis dan bisa dipahami oleh orang lain.
Pelajaran menulis kadang hanya digunakan sebagai pengisi waktu luang dan tidak memperoleh porsi waktu yang cukup. Siswa banyak yang tidak senang apabila diminta untuk membuat karangan. Siswa menganggap pelajaran menulis wacana sebagai pelajaran yang membosankan dan melelahkan (Tarigan, 1986: 186-187). Hal ini menarik perhatian untuk diteliti upaya yang harus ditempuh untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran menulis teks berita.
Teks berita adalah naskah berita yang berisi fakta mengenai kejadian peristiwa yang hangat, menarik, atau penting bagi sebagian besar masyarakat yang bisa disampaikan melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media internet.
Kegiatan menulis teks berita cocok untuk pembelajaran menulis pada siswa kelas VIII SMP karena pada taraf ini siswa banyak mengalami dan mengamati hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Tema dalam berita adalah peristiwa yang terjadi di lingkungan masyarakat dan siswa sudah bisa merespon lingkungannya, membayangkan dalam pikirannya kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.

Pemanfaatan gambar foto sebagai media untuk mengamati suatu kejadian yang akan ditulis menjadi sebuah teks berita sangat tepat. Menulis teks berita dengan teknik pengamatan gambar peristiwa akan memberikan kebebasan kepada siswa untuk membahasakannya. Jadi, siswa yang satu dengan yang lain akan bervariasi dalam membahasakan gambar foto peristiwa yang diamati.
Berdasrkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Peningkat Kemampuan Menulis Teks Berita Melalui Teknik Pengamatan Gambar Foto Peristiwa pada Siswa Kelas VIII SMP Al Islam 1 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian di atas ada tiga macam yang perlu dibahas dalam penelitian ini.
1. Adakah peningkatan kemampuan menulis teks berita melalui pengamatan gambar peristiwa pada siswa kelas VIII SMP AL ISLAM 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011?
2. Adakah motivasi kemampuan menulis teks berita melalui pengamatan gambar peristiwa pada siswa kelas VIII SMP AL ISLAM 1 Surakarta tahu ajaran 2010/2011?
3. Bagaimana persepsi dan tanggapan siswa kelas VIII SMP AL ISLAM 1 Surakarta tahu ajaran 2010/2011 tentang penulisan teks berita melalui pengamatan foto peristiwa pada siawa SMP AL ISLAM 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011?

C. Pembatasan Masalah
Masalah ini dibatasi pada Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Berita melalui Teknik Pengamatan Foto Gambar Peristiwa pada Siswa Kelas VIII SMP AL ISLAM 1 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011.


D. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan di atas, dalam penelitian ini memiliki tiga tujuan.
1. Memaparkan peningkatan kemampuan menulis teks berita melalui pengamatan gambar peristiwa pada siswa kelas VIII SMP AL ISLAM 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.
2. Menjelaskan motivasi kemampuan menulis teks berita melalui pengamatan gambar peristiwa pada siswa kelas VIII SMP AL ISLAM 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.
3. Menganalisis persepsi dan tanggapan siswa kelas VIII SMP AL ISLAM 1 Surakarta tahu ajaran 2010/2011 tentang penulisan teks berita melalui pengamatan foto peristiwa pada siawa SMP AL ISLAM 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.

E. Manfaat
Dalam penelitian ini dapat diambil manfaan bagi siswa, guru, dan sekolah. adapun manfaat dalam penelitian ini yaitu:
1. Siswa
a. Siswa dapat mengetahui sejauh mana kemampuan dalam menilis teks berita dengan menggunakan gambar foto peristiwa.
b. Siswa dapat mengembangkan kreativitas dan kemampuan menulis teks berita di dalam kelas.
2. Guru
a. Sebagai sumber informasi bagi guru untuk memantau sejauh mana kemampuan yang dimiliki siswa dalam menilis teks berita dengan menggunakan gambar foto peristiwa.
b. Sebagai bahan referensi pembanding untuk untuk melakukan penelitian tindakan kelas.
3. Sekolah
a. Sekolah dapat menyediakan media pembelajaran yang menarik.
b. Dengan adanya media belajar yang menarik akan mampu mewujudkan siswa yang kreatif dan bervariasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang kemampuan menulis teks berita pernah diteiti oleh Sariah (2006) yang berjudul “Pembelajaran Menulis Teks Berita dengan Menggunakan Teknik Wawancara pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 lembang Tahun Ajaran 2005/2006”. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa menulis teks berita dengan menggunakan teknik wawancara dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis teks berita. Persamaan penelitian Sariah dengan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan menulis berita pada siswa SMP kelas VIII SMP kelas VIII. Sedangkan perbedaannya dalam penelitian ini mengunakan teknik pengamatan gambar foto peristiwa dan pada penelitian sariah menggunakan teknik wawancara .
Rahmawati (2007) yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Berita Melalui Teknik Pengamatan Gambar pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 1 Batangan Pati”. Mengemukakan ketrampialan menulis teks dan perilaku siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Batangan pati mengalami peningkatan setelah mengikiti pembelajaran melalui teknik pengamatan gambar. Peneliti Rhmawati dengan penelitian ini hampir sama yaitu ingin mengetahui keterampilan menulis teks berita pada siswa SMP kelas VIII melalui pengamatan media gambar. Perbedaannya penelitian ini menitikberatkan pada peningkatan kemampuan menulis teks berita melalui teknik pengamatan gambar foto peristiwa, sedangkan Rahmawati menitikberatkan pada peningkatan penulisan teks berita melalui teknik pengamatan gambar.
Sumartanti menegemukakan adanya peningkatan keterampilan menulis teks berita dan perilaku siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pagandan Kabupaten Kendal. Setelah mengikuti pembelajaran adopsi siaran berita televisi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sumartanti yaitu ingin mengetahui kemempuan menulis teks berita pada siswa SMP kelas VIII, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sumartanti yaitu penelitian ini menggunakan teknik pengamatan gambar foto peristiwa sedangkan penelitian Sumartanti menggunakan teknik adopsi siaran berita televisi.
Penelitian tentang pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran menulis pernah diteliti oleh Agusyaningrum (2007) berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Pemanfaatan Teknik Gambar Berseri di Kelas VIII SMP Ta’mirul Islam Urakarta Tahun Ajaran 2006/2007”.
Arifiah (2005) berjudul “Gambar Berseri Sebagai Media untuk Menyusun Cerita Secara Beruntut Bagi Siswa Kelas IV Islamiyah Madiun” dan Latifah (2005) berjudul “Kemampuan Menulis Paragaraf Narasi dengan Menggunakan Gamber Berseri pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Pangkur Kabupaten Ngawi.
Agustyaningrum mengemukakan terdapat peningkatan keterampilan menulis karangan narasi oleh siswa kelas VIII A SMP Ta’mirul Islam Suarakarta setelah mengikuti pembelajaran dengan pemanfaatan gambar berseri, megalami peningkatan dari sebelimnya. Persamaan penelitian ini denga penelitian Agisyaningrum sama-sama meneliti tentang keterampilan menulis dengan menggunakan media gambar. Perbedaannya penelitian aguntyaningrum lebih menekankan pada penulisan paragraf narasi dengan menggunakan media gambar berseri, sedangkan pada penelitian ini lebih menekankan pada penulisan teks berita dengan menggunakan media gambar foto peristiwa.
Hasil penelitian Arifiah adalah variasi diksi yang digunakan oleh siswa dalam menyusun cerita berdasarkan kelas katanya terbagi menjadi kelas kata pengisi nomina dan pronomina. Persamaan penelitian ini dengan Arifiah adalah menggunakan gambar sebagai media pembelajaran menulis, perbedaannya penelitian Arifiah menitikberatkan pada kemampuan siswa menyusun cerita seara beruntut sedangkan pada penelitian ini menitikberatkan pada kemampuan siswa menulis teks berita dengan menggunakan media gambar peristiwa.
Hasil penelitian Latifah yaitu ada variasi urutan yang disusun dalam paragraf, persamaannya penelitian Latifah dengan penelitian ini gambar yaitu menggunakan sebagai media. Perbedaannya penelitian ini dengan penelitian Latifah, penelitian ini menitikberatkan pada peningkatan menulis teks berita, sedangkan Latifah menitikberatkan pada variasi pada urutan yang disusun dalam paragraf.

Penelelitian Kartikasari (2008) dalam skripsinya yang berjudul “peningkatan kemampuan meulis karangan argumentasi dengan media VCD berita TV pada siswa kelas X penjualan 1 SMK Batik 2 Surakarta”. penelitian yang dilakukan oleh laili Kartikasari mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini yaitu melakukan kegiatan menulis. Perbedaannya pada penelitian Laili Kartikasari menitikberatkan pada penulisan karangan argumentasi dengan dengan media VCD. Sedangka pada penelitian ini lebih menitik beratkan pada penulisan teks berita dengan menggunakan media foto gambar peristiwa.
Penelitian Winardi (2009) dalam skripsinya yang berjudul “peningkatan kemampuan menulis argumentasi denga media gambar berita pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Gemolong tahun ajaran 2008/2009”. Hasil dalam penelitian Winardi bahwa setelah menggunakan media gambar berita, siswa mengalami peningkatan dalam menulis karangan argumentasi. Persamaan penelitian Winardi dengan penelitian ini sama-sama mengkaji tengtang menulis dengan menggunakan media gambar. Letak perbedaannya, pada penelitian Winardi menitikberatkan pada peningkatan kemampuan menulis karangan arrgumentasi dengan menggunakan media gambar. Sedangkan pada penelitian ini lenih menitikberatkan pada peningkatan kemampuan menulis teks berita dengan menggunakan fito gambar peristiwa.
B. Landasan Teori
1. Pengertian Berita
Kridalaksana (2005:1219) definisi menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang membuat surat) dengan tulisan. Hampir sama dengan definisi menulis yang diutarakan oleh Lada (dalam Tarigan, 1986:22) bahwa menulis merupakan suatu prosentase bagian dari kesatuan ekspresi bahasa.
Sami (1990: 81) berpendapat bahwa kecakapan menulis sebetulnya dapat menjadi milik semua orang yang pernah menduduki bangku sekolah. Pada dasarnya kecakapan menulis merupakan buah pikiran dan ide ke dalam bentuk lambang bahasa. Akhadiah (2002: 9) mengatakan bahwa menulis adalah ragam komunilasi yang perlu dilengkapi alat-alat penjelas serta aturan gaya dan tanda baca.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpukan bahwa menulis berarti menuangkan ide pikiran, gagasan, pengetahuan ke dalam tulisan yang sistematis, sesuai atauran ejaan dan tanda baca dengan biasa dipahami.
2. Fungsi dan Tujuan Menulis
Fungsi utama menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung, sangat penting bagi pendidik karena merupakan pelajaran berpikir secara kritis (D’ Agela dalam Tarigan, 1986: 22).
Kegiatan meulis mempunyai maksud dan tujuan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Berikut ini tujuan menulis menurut Handry Guntur Tarigan.
a. Memberitaukan atau mengajari.
b. Mengajak atau mendesak.
c. Menghibur atau menyarankan.
d. Mengutarakan atau mengekspresikan perasaan atau emosi berapi-api.
Senada dengan pendapat yang dikemukakan di atas Semi (1990: 19-20) juga memperhitungkan melalui.
a. Memberikan arahan, yakni memberikan pertanyaan pada orang lain dengan mengajarkan sesuatu.
b. Menjelaskan sesuatu, yakni memberikan uraian dalam penjelasan tentang sesuatu hal yang diketahui orang lain.
c. Menceritakan kejadian, yakni memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung disuatu waktu.
d. Meringkaskan, yaitu membuat ringkasan suatu tulisan agar lebih singkat.
e. Meyakinkan, yaitu berusaha meyakinkan orang lain agar selalu dengannya.
3. Berita
a. Pengertian Berita
Chsrnley (dalam Muda, 2005: 22) mengungkapkan bahwa berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta yang memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas. Menurut Henshall & Ingram (dalam Skripsi Raahmawati, 2007: 36) berita adalah susunan kejadian setiap hari, sehingga masyarakat menerimanya dalam bentuk yang tersusun dan dikemas rapi menjadi cerita, pada hari yang sama di radio atau televisi dan keesokan hari di berbagai surat kabar.
Kridalaksana (2005: 140) berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Sumadiria (2005:65) mengatakan berita adalah laporan tercepat mengenai fakta aatu ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, malalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau internet.
b. Unsur-unsur Berita
Menurut Putra (dalam Skripsi Raahmawati, 2007: 36) menyatakan bahwa di dalam berita terdapat enam unsur berita yang disingkat menjadi 5W+1H ( What, Who, Where, When, Why,dan How). Berikut adalah arti dari masing-masing istilah tersebut :
a. What (apa) : Artinya, apa yang tengah terjadi. Peristiwa atau kejadian apa yang sedang terjadi dalam berita.
b. Who (siapa) : Artinya, siapa pelaku kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam berita.
c. Where (dimana) : Artinya, peristiwa atau kejadian berita yang sedang berlangsung.
d. When (kapan) : Artinya, kapan peristiwa atau kejadian beria itu terjadi.
e. Why (mengapa) : Artinya, mengapa kejadian yang ada dalam berita itu bisa terjadi.
f. How (bagaimana) : Artinya, bagaimana kejadian yang ada dalam berita itu biasa berlangsung. Security (aman) : Artinya, apakah peristiwa atau kejadian yang dimuat biasa menjadi aman atau malah sebaliknya menimbulkan kekisruhan, untuk itu berita yang dimuat harus memperhatikan keamanannya.
4. Media dan Media Pembelajaran
Menurut Schiam sebagamana dikutip oleh Suwarno (2006: 128) menyatakan, bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan (informasi) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Menurut Briggs sebagaimana dikutip oleh Suwarno (2006: 128) mendefinisikan media pembelajaran sebagai sarana fisik untuk menyampaikan materi pembelajaran.
Dari pengertian diatas, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sarana, alat atau teknologi yang dapat menunjang dan memperlancar proses pembelajaran.
Ciri-ciri media pembelajaran:
Menurut Gearlach dan Eli sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2003: 11-13) mengemukakan, bahwa ada tiga ciri media yaitu:
a Ciri fiksatif. Ciri ini menampilkan fungsi media untuk merekam serta menampilkan suatu peristiwa yang diteliti atau dikaji.
b Ciri manipulatif untuk memanipulasi suatu kejadian. Kejadian yang memakan waktu yang lama dapat ditampilkan dalam waktu yang singkat
c Ciri distributif yaitu menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian dapat ditranformasikan kepada banyak orang dalam waktu yang bersamaan.
Menurut Arsyad (2003: 26-27), manfaat praktis dari penggunaan media pengajaran dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
b Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar interaksi langsung antara siswa dengan lingkungannya dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
c Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang, dan waktu.
d Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa dilingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karya wisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.
5. Fungsi Media Pendidikan
Sadiman (2002: 10) media yang digunakan dalam pembelajaran mempunyai beberapa fungsi.
1) Memperjelas penyajian pembelajaran agar tidak terlalu verbalistis.
2) Menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi akan menciptakan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan.
3) Menimbulakan semangat belajar bagi siswa.
4) Menimbulkan siswa belajar mandiri untuk memimilih berdasarkan kemampuan minatnya.
Dapat disimpulkan bahwa media pendidikan memiliki fungsi menciptakan pembelajaran bervariasi dan menimbulkan semangat belajar pada siswa.
6. Jenis Media
Sect dan Richey (dalam Arsyad, 2003: 30), jenis media dapat dikelompokkan menjadi empat macam.
1. Media hasil teknologi cetak meliputi teks, gambar, grafik, peta, foto, dan representasi foto grafik.
2. Media audio visual meliputi proyektor film, tape recorder, Televisi, proyektor visual yang lebar.
3. Media teknologi, berdasarkan computer meliputi, menggabungkan pemekaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer yang memeiliki kemampuan yang canggih.
7. Kelebihan Penggunaan Media Gambar
Subana (2005: 320-325) menyebutkan kelebihan penggunaan media gambar adalah:
1. Gambar mudah diperoleh pada buku, majalah, koran, album foto dan lain-lain.
2. Dapat menterjemahkan ide-ide pokok dalam bentuk yang nyata.
3. Gambar mudah dipakai karena menggunakan peralatan.
4. Gambar relative mirah.
5. Gambar dapat digunakan dalam banyak hal.
a. Kekurangan Media Gambar.
Selain memiliki kelebihan, media gambar juga memiliki kekurangan yang perlu diperhatikan, yaitu
1. Berdimensi dua sukar untuk menulis bentuk yang sebenarya.
2. Gambar tidak memperlihatkan gerak sepert gamar hidup.
3. Siswa tidak selalu dapat menginpretasikan isi gambar (Subana, 2005: 325).

b. Gambar Fakta Peristiwa Sebagai Media Pembelajaran
Peristiwa adalah kejadian (hal, perkara, dll): kejadian yang luar biasa (Kridalaksana, 2005: 860). Sedangkan foto adalah potret; gambaran, bayangan, pantulan, (Kridalaksana, 2005: 320).
Gambar foto peristiwa merupakan tiruan gambaran dari kejadian yang luar biasa yang ada di sekitar kita. Bentuknya berupa gambar yang di dalamnya memuat informasi tentang kejadian yang sedang terjadi di suatu tempat, daerah atau suatu negara. Informasi yang berupa gambar tersebut dapat dituangkan dalam bentuk tulisan.
Jadi dapat disimpulakan media gambar foto peristiwa dapat digunakan untuk pembelajaran di kelas khususnya keterampilan menulis teks berita.
8. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam ebuah kelass bersama (Suharsini, 2007: 3).
Suhardjono (2007: 58) penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilaksanakan dengan tujuan member mutu praktik belajar di kelas.
b. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Suhardjono (2007: 60-61) tujuan PTK yaitu untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas.
9. Hipotesis Penelitian
Menulis dengan media gambar foto peristiwa. Penulis harus mengamati gambar yang telah disediakan.. Dari gambar tersebut, penulis dapat mengembangkan menjadi sebuah teks berita. Cara semacam ini seharusnya lebih unik dan menarik, penulis dapat menikmati keindahan gambar pula. Cara ini juga akan membantu seorang penulis, gambar semestinya dibuat warna warni, sehingga tidak membosankan penulisnya. Dalam situasi pengajaran di sekolah, menulis teks berita dengan media gambar foto peristiwa kiranya akan lebih menarik karena perhatian penulis juga pada aspek visual melalui gambar, pendengar juga akan terusik imajinasinya dan ikut berjalan mengikuti keindahan gambar.

10. Indikataor Pencapaian
Penelitian tindakan kelas (PTK) harus memiliki indikator pencapaian tertentu yang harus dicapai. Penelitian ini terdapat beberapa indikator yaitu:
a. Siswa mampu menulis teks berita dengan baik berdasarkan gambar foto peristiwa.
b. Media gambar dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran menulis teks berita.
c. Media gambar dapat memberikan motivasi dan dukunngan pada siswa untuk lebih giat belajar.
d. Pembelajaran menulis dengan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
e. Meedia gambar memberikan kemudahan pada guru dalam prooses belajar mengajar.
f. Siswa diharapkan mahir atau pandai dalam menulis.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Al Islam 1 Surakarta dengan subjek yang dikenai tindakan adalah siswa Al Islam 1 Surakarta kelas VIII yang berjumlah 38 siswa.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), PTK adalah penelitian tindakan yang dilaksanakan dengan tujuan member mutu praktik belajar di kelas (Suhardjono, 2007: 58).
Tahap ilustrasi PTK yaitu








C. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah peningkatan kemampuan siswa kelas VIII SMP Al Islam 1 Surakarta dalam menulis teks berita melalui teknik pengamatan gambar foto peristiwa.
D. Rencana Tindakan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilaksanakan berdasarkan permasalahan yang muncul dalam kegiatan belajar di SMP Al Islam 1 Surakarta. Dalam penelitian ini, kepala sekolah, guru mapel, dan peneliti berupaya memperoleh hasil yang maksimal melalui cara yang efektif. PTK memungkinkan adanya tindakan yang berulang-ulang dan revisi untuk merevisi jika permasalahan yang dihadapi belum terpecahkan.
E. Sumber Data dan Cara Pengambilan
Sumber data dalam penelitian ini dijadikan sebagai informasi dalam penelitian. Sumber data meliputi:
1. Informasi yang menjadi sumber data dalam penelitian ini aktivitas siawa kelas VIII SMP Al Islam 1 Surakarta saat pembelajaran penulisan teks berita berlangsung.
2. RPP yang dibuat oleh peneliti cara kegiatan pembelajaran melalui penulisan teks berita
Pengambilan data dalam penelitian tindakan kelas (PTK) dapat dilakukan dengan teknik sebagai berikut.
1. Tes
Digunakan untuk mengambil data dan nilai hasil karangan siswa mengenai teks berita.
2. Observasi
Teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti mengenai situasi pembelajaran menulis teks berita kelas VIII SMP Al Islam 1 Surakarta.
3. Wawancara
Untuk menetahui data motivasi siswa ketika pelaksanaan pembelajaran menulis teks berita pengamatan gambar foto peristiwa serta tanggapan dan resepsi siswa tentang pembelajaran menulis teks berita.
4. Dokomentasi
Dokomen merupakan kumpulan catatan peristiwa yang di masa lampau atau masa kini, bias buku pribadi, buku persetasi, dll. Untuk memperoleh data sekolah dan identitas siswa antara lain nama siswa dan nomor induk siswa dengan melihat dokumen yang ada di sekolah.

F. Teknik Analisis Data
Analisis terhadap peningkatan kemampuan siswa menulis teks berita melalui teknik pengamatan gambar foto peristiwa mencakup kemampuan cecara lengkap, singkat, padat, jelas, serta actual. Analisis motivasi siswa ketika mengikuti pembelajaran menulis teks berita melalui pengamatan gambar foto peristiwa dianalisis mencakup semangat siswa ketika pelaksanaan tindakan penulisan teks berita melalui teknik pengamatan gamber foto peristiwa persepsi dan tanggapan siswa tentang pembelajaran menulis teks berita dan tanggapan siswa mengikuti pembelajaran penulisan teks berita melalui teknik pengamatan gamber foto peristiwa.

VARIASI KALIMAT BERDASARKAN URUTAN DAN VARIASI AKTIF-PASIF

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keefektifan kalimat, selain dilihat dari ciri gramatikal, keselarasan, kepaduan, dan kehematan juga dilihat dari kevariasiannya. Kevariasiannya secara tidak langsung berdampak pada kesalahan, tetapi lebih berdampak pada ketepatan, gaya atau keindahan. Kevariasian dapat menghindarkan seorang pembaca atau pendengar dari kebosanan. Artinya seseorang dalam berkomunikasi dituntut memilih kata, klausa, kalimat, bahkan paragraf yang bervariasi.
Soedjito (1988) membedakan variasi berdasarkan urutan kalimat dan jenis kalimat. Yang dimaksud dengan variasi urutan adalah urutan unsur-unsur fungsi yang berbeda. Berbeda urutan yang dimaksud adalah urutan biasa dan urutan inversi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan.
1. Apa yang dimaksud dengan kalimat bervariasi berdasarkan urutan?
2. Apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam menyusun variaasi berdasarkan urutan?
3. Bagaimana menganalisis kaliamat berdasarkan variasi aktif-pasif?

C. Tujuan
Berdaasarkan rumusan masalah di atas, memiliki beberapa tujuan.
1. Mendeskripsikan kalimat bervariasi berdasarkan urutan!
2. Mendeskripsikan apa saja yang perlu diperhatikan dalam menyusun variaasi berdasarkan urutan!
3. Menganalisis kaliamat berdasarkan variasi aktif-pasif!

D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
1. Mengetahui maksud kalimat bervariasi berdasarkan urutan.
2. Mengetahui dalam menyusun variaasi berdasarkan urutan.
3. Mengetahui dalam menganalisis kaliamat berdasarkan variasi aktif-pasif.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kalimat Bervariasi Urutan
Secara umum kebanyakan kalimat dalam bahasa Indonesia berurutan Subjek-Predikat (S-P). Jika ada objek dan keterangan (S-P-O-K). Dengan urutan seperti itu, berarti S terdapat pada awal kalimat, P di belakangnya.
Untuk menhindari kebosanan atau kejenuhan pembaca atau pendengar, pembicara atau penulis yang baik menggunakan urutan yang berbeda dengan urutan S-P-O-K. Urutan yang dipilih diantaranya adalah urutan kalimat yang dimulai dengan menempatkan P atau K pada awal kalimat.
Contohnya:
(1) Pemuda itu bekerja dengan tekun.
S P
(1a) Bekerja dengan tekun pemuda itu.
P S
Kalimat (1) adalah kalimat yang tersusun biasa, yakni S-P. Kalimat (1a) adalah kalimat yang tersusun inversi, yakni P-S. Kalimat yang berstruktur biasa objek kalimat berada pada paling awal. Karena dalam bahasa indonesia lazimnya subjek terdapat pada awal kalimat, tidak terasa adanya penonjolan pada komponen subje. Hal ini berbeda jika yang terdapat pada awal kalimat komponen selain subjek, misalnya kalimat (1a). Komponen yang terdapat pada awal kalimat (1a) terasa lebih menonjol dibandingkan dengan komponen lainnya. Pada kalimat (1a) predikat bekerja dengan tekun terasa lebih ditonjolkan dibandingkan dengan S.
B. Penyusunan Variasi Berdasarkan Urutan
Untuk menghasilkan variasi urutan yang baik ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan.
1. Keterangan kalimat yang letaknya bebas dapat dipertukarkan tempatnya.
Keterangan ini bisa ditempatkan di awal, di tengah, atau pada akhir kalimat. Keterangan kalimat adalah komponen kalimat yang biasa diidentifikasi cara mengenai kategorinya. Kategori frase preposisional pada umunya menempatkan fungsi keterangan. Walaupun tidak dapat dipastikan.


Contoh:
1. Ujian skripsi mahasiswa itu berlangsung kemarin.
S P Kw
2. Adiknya membantu ibu di toko tadi pagi.
S P O Kt Kw
Pada kalimat (1) dan (2) mendapat keterangan kalimat. Pada kalimat (1) mendapat keterangan waktu kemarin. Keterangan itu bisa ditempatkan di depan S seperti pada kalimat (1a) atau di belakang S sebagaimana tempat pada kalimat (1b).
(1a) Kemarin ujian skripsi mahasiswa itu berlangsung.
Kw S P
(1b) Ujian skripsi mahasiswa itu kemarin berlangsung.
S K P
Keterangan yang terdapat pada kalimat (2) adalah keterangan tempat (Kt). Antara dua keterangan itu letaknya bisa dipertukarkan. Perhatikan kalimat (2a) dan (2b).
(2a) Tadi pagi adiknya membantu ibu di toko.
Kw S P O Kt
(2b) Di toko adiknya membantu ibu tadi pagi.
Kw S P O Kt
2. Objek sebagai bagian dari predikat tidak dapat dipisahkan
Objek dengan predikat memiliki ikatan yang sangat erat. Oleh karena itu, antara keduanya tidak dapat dipisahkan atau dipindahkan tempatnya. Pemindahan objek harus selalu diikuti dengan pemindahan predikat. Artinya, jika objek akan dipindahkan bagian awal kalimat, tetap harus dibelakang predikat.
Contoh pada kalimat berikut.
(1) Adiknya membantu ibu di toko tadi pagi.
S P O Kt Kw
(1a) Adiknya ibu membantu di toko tadi pagi.
S O P Kt Kw
(1b) Adiknya membantu di toko ibu tadi pagi.
S P Kt O Kw
(1c) Adiknya membantu di toko tadi pagi ibu?
S P Kt Kw O
3. Predikat yang berupa verba pasif pelaku orang I dan II pokok kata kerja tidak dapat dipisahkan.
Predikat yang berupa verba pasif pelaku orang 1 dan II dan pokok kata kerja tidak dapat dipisahkan sebab keduanya merupakan paduan unsur yang sangat kuat.
Perhatikan kalimat berikur.
(1) Baju yang bagus itu kami sudah beli untuk ayah.
(1a) Baju yang bagus itu sudah kami beli untuk ayah.
(2) Bunga yang indah-indah itu saya sebaiknya bawa ke rumah temanku.
(2a) Bunga yang indah-indah itu sebaiknya saya bawa ke rumah temanku.
4. Predikat yang berupa kata kerja rangkap dapat divariasikan dengan diinversikan (dibalik susunannya) atau diprolepsisikan (digeser posisinya).
Diinversikan artinya dibalik strukturnya dari SP menjadi PS, sedangkan diprolepsikan berarti digeser ke depan. Predikat yang berupa kata kerja rangkap artinya predikat yang terdiri atas dua kata, misalnya dapat membaca, pandai berbicara, terampil bekerja.
Contohnya pada kalimat.
(1) Joko dapat membaca puisi.
S P O
Kalimat (1) dapat divariasi menjadi kalimat (1a) dan (1b). Variasi (1a) dilakukan dengan cara menginversikan kalimat (1), sedangkan variasi (1b) dilaksanakan dengan cara menginversikan dan memprolepsiskan kalimat (1). Adapau variaasi (1c) terjadi karena prolepsis.
(1a) Dapat membaca puisi Joko
P O S
(1b) membaca puisi Joko dapat
P O S Modalitas
(1c) Joko membaca puisi dapat
S P P Modalitas
5. Keterangan subjek tidak dipisahkan dengan subjeknya sebagai induknya
Keterangan subjek (S) adalah keterangan yang menerangkan fungsi subjek. Keterangan ini letaknya harus di belakang subjek; tidak bisa dipindahkan ke depan subjek (S) atau ke belakang predikat (P).


Contoh:
1. Mahasiswi yang berjilbab hijau itu sedang membaca novel di taman.
S Ket. S P O K. T
Kalimat di atas tidak dapat divariasikan dengan cara memidahkan Ket. S ke bagian akhir kalimat (1a) atau pun ke depan subjek (1b).
(1a) Mahasiswi sedang membaca novel di taman yang berjilbab hijau itu.
(1b) Yang berjilbab hijau itu mahasiswi sedang membaca novel di taman
6. Keterangan objek tidak dapat dipisahkan dengan objeknya
Objek (O) adalah salah satu fungsi yang terdapat pada kalimat aktif transitif yang letaknya yang letaknya di belakang verba aktif transitif. Verba aktif transitif adalah verba yang berimbuhan meN-. Keterangan O adalah bagian kalimat yang menjelaskan atau menerangkan unsur O. Keterangan O terletak di belakang O dan tidak boleh dipindahkan tempatnya, baik ke depan O, P, maupun ke depan S.
Contoh:
Polisi sedang menolong orang- orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas.
S P O Ket. O
Kalimat di atas tidak dapat divariasikan dengan cara memidahkan Ket. O ke depan O, P, maupun ke depan S.
Polisi sedang menolong yang mengalami kecelakaan lalu lintas orang- orang.
Polisi yang mengalami kecelakaan lalu lintas sedang menolong orang- orang.
Yang mengalami kecelakaan lulu lintas polisi sedang menolong orang- orang.
C. Kalimat Berdasarkan Aktif-pasif
Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya diisi oleh verba aktif. Verba aktif adalah verba yang berimbuhan MeN- yang bisa diikuti oleh objek (O) atau tidak. Objek adalah nomina yang mengikuti verba aktif transitif. Kalimat pasif adalah kalimat yang predikatnya diisi oleh verba pasif. Verba pasif adalah verba yang secara morfologis ditandai adalah kalimat yang predikatnya diisi oleh verba pasif. Verba pasif adalah verba yang secara morfologis ditandai denagn penggunaan afiks di-, ter-, atau pelaku orang I/II + pokok kata kerja, misalnya dibawa, dibeli, tertangkap, terjatuh.
Variasi aktif-pasif adalah variasi yang terjadi dalam pemakaian bahasa (bisa berupa kalimat atau wacana) yang didalamnya terdapat kalimta yang berwujud kalimat aktif dan kalimat yang berwujud kalaimat pasif.

Contoh:
Ringkasnya, tembang adalah sebuah genre penting dalam puitika Jawa klasik. Berbagai tembang yang ditulis oleh pujangga keratonpada abad ke- 19 (terutama Kasunanan dan Mangkunegaran, Surakarta) merupakan sarana untuk mengungkapkan, mengajarkan, dan mengukuhkan filsafat hidup Jawa. Tentu saja tidak semua berisi filsafat hidup ynag berat: ada juga tembang yang digubah dengan menitikberatkan nilai-nilai hiburan. Tembang yang berta banyak menggunakan kosakata Kawi dan aliterasi, sehingga makananya tidak selalu mudah untuk dipahami. Setiap jenis tembang memiliki jenis metrumnya sendiri, sebagai pedoman mengubah dan melagukan tembang tersebut (Hoed, dalam Markhamah, 2008: 80)
Wacana di atas terdiri atas lima kalimat. Kalimat-kalimat yang dimaksud adalah kalimat (1) – (5).
(1) Ringkasnya, tembang adalah sebuah genre penting dalam puitika Jawa klasik.
(2) Berbagai tembang yang ditulis oleh pujangga keraton pada abad ke- 19 (terutama Kasunanan dan Mangkunegaran, Surakarta) merupakan sarana untuk mengungkapkan, mengajarkan, dan mengukuhkan filsafat hidup Jawa.
(3) Tentu saja tidak semua berisi filsafat hidup yang berat: ada juga tembang yang digubah dengan menitikberatkan nilai-nilai hiburan.
(4) Tembang yang berta banyak menggunakan kosakata Kawi dan aliterasi, sehingga makananya tidak selalu mudah untuk dipahami.
(5) Setiap jenis tembang memiliki jenis metrumnya sendiri, sebagai pedoman mengubah dan melagukan tembang tersebut.
Pada wacana di atas terdapat variasi aktif-pasif. Hal ini dapat dilihat pada kaliamt (1) – (5) yang sebagian besar diisi oleh kalimat aktif. Kalimat (2), kalimat intinya kalimat nomina, namun di dalamnya terdapat klausa-klausa pengisi objek yang berupa klausa aktif, yakni sarana untuk mengungkapkan, mengajarkan dan mengukuhkan filsafat hidup Jawa.
Kalimat yang di dalamnya terdapat klausa pasif adalah kalimat (3). Klausa pasifnya adalah ada juga tembang yang digubah denagn menitikberatkan nilai-nilai hiburan.
Kalimat (4) terdiri atas dua klausa pertama Tembang yang banyak menggunakan kosakata Kawi dan aliterasi, dan klausa kedua sehingga makananya tidak selalu mudah untuk dipahami. Klausa pertama termasuk klausa aktif karena predikatnya berupa verba aktif, yakni banyak menggunakan kosakata Kawi dan aliterasi. Sementara itu klausa kedua termasuk klusa adjektival karena predikatnay diisi oleh frasa adjektiva. Walaupun pada klausa kedua terdapat verba pasif, yakni dipahami, namun verba tersebut tidak berkedudukan sebagai predikat.
Walaupun hanya sebagian kecil, pada wacana di atas terdapat variasi aktif-pasif. Variasi demikian akan mengurangi kelelahan pembaca/ mengurangi kejenuhan pembaca. Pembaca akan merasa lebih enak membaca tes yang bervariasi daripada teks yang monoton.











BAB III
PENUTUP

Kevariasian dapat menghindarkan seorang pembaca atau pendengar dari kebosanan. Artinya seseorang dalam berkomunikasi dituntut memilih kata, klausa, kalimat, bahkan paragraf yang bervariasi. Secara umum kebanyakan kalimat dalam bahasa Indonesia berurutan Subjek-Predikat (S-P). Jika ada objek dan keterangan (S-P-O-K). Dengan urutan seperti itu, berarti S terdapat pada awal kalimat, P di belakangnya.
Untuk menghasilkan variasi urutan yang baik ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan.
1. Keterangan kalimat yang letaknya bebas dapat dipertukarkan tempatnya.
2. Objek sebagai bagian dari predikat tidak dapt dipisahkan
3. Predikat yang berupa verba pasif pelaku orang I dan II pokok kata kerja tidak dapat dipisahkan.
4. Predikat yang berupa kata kerja rangkap dapat diveriasikan dengan diinversikan (dibalik susunannya) atau diprolepsisikan (digeser posisinya).
5. Keterangan subjek tidak dipisahkan dengan subjeknya sebagai induknya
6. Keterangan objek tidak dapat dipisahkan dengan objeknya
Variasi aktif-pasif adalah variasi yang terjadi dalam pemakaian bahasa (bisa berupa kalimat atau wacana) yang didalamnya terdapat kalimta yang berwujud kalimat aktif dan kalimat yang berwujud kalaimat pasif.

DEFINISI APRESIASI SASTRA

1. Abdul Rozak Zaidan, Apresiasi sastra hakikatnya sikap menghargai sastra secara proporsional (pada tempatnya). Menghargai sastra artinya memberikan harga pada sastra sehingga sastra memiliki ”kapling” dalam hati kita, dalam batin kita. Dengan menyediakan ”kapling” dalam hati untuk sastra, kita secara spontan menyediakan waktu dan perhatian untuk membaca karya sastra. Lama kelamaan dari ”kapling” itu dapat bertumbuhan buah cipta sastra itu dalam berbagai bentuk dan wujudnya sebagai sikap apresiatif terhadap sastra.
2. Menurut Siti Amaliya
Apresasi sastra berasal dari bahasa inggris “Apresiation” yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian. Apresiasi sastra adalah penghargaan penilaian dan pengertian terhadap kerya sastra baik yang berbentuk puisi maupun prosa.
3. Menurut Gove (dalam Adyana, 2009: 34)
Apresiasi sastra berasal dari bahasa latin apreciation yang berarti mengindahkan atau menghargai. Dalam konteks yang lebh luas istilah apresiasi sastra mengandung makna:
a. Pengenalan melalu perasaan atau kepekaan batin.
b. Pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Pada sisi lain Squire dan taba berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melbatkan tiga unsur inti yaitu:
a. Aspek kognitif berkaitan dengan keterkaitan intelek pembaca dalam upaya memehami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif.
b. Aspek emotif berkatan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dengan upaca menghayati unsur-unsur kendahan dalam teks sastra yang dbaca.
c. Aspek edukatif berhubungan dengan kegatan memberikan penilaian baik buruk, indah tidaknya, sesuai tidak sesuainya, serta jumlah ragam penilaian.


4. Menurut S Effendi
Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan, pikran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Dari pendapat itu juga disimpulkan bahwa kegiatan apresiasi dapat tumbuh denagan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang dapresiaskannya menimbulkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegatan apresasi itu sebaga bagian dari hidupnya sebaga suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya.
5. Abram
Apresiasi sastra merupakan pernyataan duna bati pengarang yang bersangkutan. Yaitu segala gagasan cita rasa, emosi, ide, dan angan-angan seorang pengerang.
6. Menurut S Effendi (2006)
Apresiasi sastra adalah kegiatan menggaui cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan, pkiran krts dan kepekaan perasaan yang bak terhadap karya sastra.
S Effend mengatakan kegatan menggauli cipta sastra adalah kegiatan yang dilakukan secara langsung artinya kta sendir langsung membaca bermacam-macam sajak certa atau drama atau langsung mendengarkan sajak dideklamaskan, cerita dibacakan dan lainnya.
7. Sumber
a. Aminuddin. 2002. Penegntar Apresasi Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
b. Budianto, Melani. 2003. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera.
c. Effendi. S. 2002. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Pustaka Jaya.
d. Luxemburg, Jan Van, Mieke Bol, dan Willam. G. Vestiejin. 1989. Tentang Sastra. Jakarta: Termassa.
e. Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitan Sastra. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
f. Sumardjo, Jakob. 1985. Memeham Kesusastraan. Bandung: Alumni.

Rabu, 16 Februari 2011

PROPOSAL SASTRA NUJUM

BAB
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya, sehingga kreatifitas sastra harus mampu melahirkan kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Semi, 1988: 8). Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni dan ada lagi yang menyebut sebagai suatu karya, fiksi, puisi, drama, cerpen, dan lain-lain.
Drama adalah cerita tentang konflik manusia, kita tidak bisa memahami sampai kita tahu kapan, mengapa, dan bagaimana konflik manusia. Drama adalah cerita dalam bentuk dialog, drama tidak lebih dari interpretasi kehidupan, drama adalah salah satu bentuk kesenian. Drama dirancang untuk penonton drama bergantung pada komunikasi.
Mempelajari naskah drama dapat dilakukan dengan cara mempelajari dengan seksama kata-kata, ungkapan, kalimat atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah drama yang ditulisnya. Memang penonton mungkin tidak pernah membaca sendiri dialog dalam naskah. Mereka mendengarkan dialog diucapkan oleh aktor di panggung (Ghazali, 2001: 2).
Berdasarkan uraian di atas penelitan ini menitikberatkan pada struktur dan konflik sosial dalam naskah drama nujum sehingga dipilih dalam penelitian ini karena sangat menarik untuk dikaji, kelebihan naskah drama ini terletak pada ceritanya yakni tentang pemilihan demang yang menyebabkan terjadinya konflik sosial yang dialami oleh tokoh utama yaitu Ki Demang, Parno, Trimo, Nyi Demang, Yatmi, Pringgo, Ningsih dan Pak Kyai. Konflik sosial yang terjadi dalam pemilihan demang berdampak negatif bagi desa maupun dirinya sendiri. Peristiwa yang dialami oleh tokoh utama dalam naskah drama Nujum ini ternyata dalam kehidupan disuatu daerah atau desa,
kedudukan sebagai demang sangat penting dalam pemerintahan atau kepemimpinan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas peneliti akan mengkaji Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens karena banyak mengandung aspek sosial. Peneliti akan memfokuskan penelitian ini ke dalam masalah konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan pembahasan masalah dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens tersebut banyak membahas masalah sosial. Dalam menganalisis menggunakan tinjauan sosiologi sastra. Dengan demikian peneliti mengangkat judul ” Konflik Sosial Tokoh Utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens”.

B. Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan penelitian yang terarah, maka perlu dirumuskan masalah dalam penelitian. Adapun perumusaan masalah dalam penelitian ini adalah sebagi berikut :
a. Bagaimana struktur yang membangun Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens?
b. Bagaimana konflik sosial yang terjadi pada tokoh utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini supaya tepat pada sasarannya adalah
a. Mendeskripsikan tentang bagaimana struktur yang membangun Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens.
b. Mendeskripsikan tentang konflik sosial yang terjadi pada tokoh utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens.





D. Mamfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tersebut adalah.
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk mahasiswa yang akan melakukan penelitian berikutnya.
b. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang penelitian sastra yang mengangkat aspek sosial dalam masyarkat.
c. Memberikan alternatif dalam mengapresiasikan karya sastra sekaligus sebagai salah satu bahan ajar sastra di sekolah-sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar atau rujukan dan pengembangan pada pemecahan masalah sosial masyarakat.
b. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada usaha pemecahan masalah, antara lain tentang pemahaman aspek sosial dalam masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan tersebut menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri (http.wikipedia: 2009).
Pertentangan yang menjadi esensi drama disebut dengan istilah konflik. Konflik menurut Dietrich (dalam Zamroni: 2006) dasar drama berupa pertentangan yang dialami tokoh sebagai respon atas timbulnya kekuatan-kekuatan dramatis (konflik bisa berupa pertengkaran antartokoh, pertengkaran tokoh dengan dirinya sendiri, dengan ide atau dengan lingkungan). Ferdinand Brunetieve di akhir abad ke-19 menyebutkan bahwa drama harus mewujudkan pernyataan kekuatan manusia yang saling beroposisi. Secara teknis disebut kisah dari protagonis yang menginginkan sesuatu dan antagonis yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut. Pertentangan itu mengakibatkan apa yang disebut dramatic action.

Konflik merupakan esensi drama. Dengan demikian, drama pada dasarnya merupakan pencerminan kehidupan di masyarakat yang berisi tentang pertentangan-pertentangan baik fisik maupun psikis. Pertentangan-pertentangan tersebut saling membentur sehingga membentuk rangkaian peristiwa yang menjadi padu dalam lakon tersebut. Pengarang menciptakan bermacam-macam konflik bagi tokoh ceritanya, sebab dengan konflik itu pulalah cerita digerakkan.
Konflik dapat menggerakkan cerita menuju komplikasi, dan semakin banyak dan rumit konflik disediakan oleh pengarang, tentu semakin tinggi pula ketegangan yang dihasilkan (Ghazali, 2001:13). Dengan dimulainya suatu konflik, mulai pulalah lakon tersebut (Maryaeni, 1992:46).
Drama yang baik biasanya konfliknya selalu terkait dengan tema dan alur, maksudnya adalah temanya selalu terjalin di dalam alur yang kuat, dan alurnya selalu dapat menarik perhatian karena tersusun dari jalinan konflik-konflik yang matang dan terarah serta tersebar secara merata dalam setiap bagian-bagian alur tersebut. Pengertian konflik juga meliputi pula pertentangan-pertentangan antara unsur-unsur lain yang turut membangun alur, konflik adalah bagian alur yang mengungkapkan pertentangan antara tokoh dan unsur-unsur.
2. Konflik Sosial
Melani ( dalam http://id.shvoong.com/tags/ pengertian-konflik-sosial.) masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya (http://id.shvoong.com/tags/ pengertian-konflik-sosial.).
3. Naskah Drama
Naskah drama (lakon) pada umumnya disebut scenario, berupa susunan (komposisi) dari adegan adegan dalam penuangan sebagai karya tulis, biasanya memiliki keterbatasan sesuai dengan fitrahnya.
Naskah drama adalah suatu cerita drama dalam bentuk dialog atau dalam bentuk tanya jawab antar pelaku. Sedangkan penyajiannya melalui dialog dan gerak para pelaku dari sebuah panggung kepada penoton.
Dalam persiapan sebuah pertunjukan drama atau pun produksi film maupun senetron, naskah drama adalah instansi pertama yang berperan sebelum sampai ketangan sutradara dan para actor. Naskah drama (lakon) bisa berdiri sendiri sebagai bacaan berupa buku cerita (klasifikasi sastra lakon). Ketika naskah itu akan dimainkan, biasanya di ketik kembali dalam format yang khusus untuk para pemain dan awak produksi.
Biasanya naskah drama ditulis untuk kepentingan pementasan yang diangkat dari isu-isu yang terjadi dalam masyarakat. Namun ada juga naskah drama yang berupa adaptasi dari novel, puisi, cerpen, dan karya sastra yang dapat diadaptasi yang dari keseluruh cerita itu di tulis ulang menjadi naskah drama.
Naskah drama (lakon) merupakan penuangan dari ide cerita ke dalam alur cerita dan susunan lakon. Seorang penulis naskah drama dalam proses berkaryanya bertolak dari tema cerita. Tema itu disusun jadi sebuah cerita yang terdiri dari peristiwa-peristiwa, yang memiliki alur yang jelas dengan ukuran dan panjang yang perhitungkan menurut kebutuhan sebuah pertunjukan. Bisa untuk satu jam, dua jam, atau lebih. Karena itu dalam penyusunannya harus berpegang pada azas kesatuan (Unity) (http://bismirindu.wordpress.com/2009/07/23/283/).
4. Drama
Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon.
Menurut Waluyo (2006: 2) perkataan “drama” berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti: berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan, atau beraksi. Dalam kehidupan sekarang drama mengandung arti yang lebih luas ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra, ataukah drama itu sebagai salah satu cabang kesenian yang mandiri. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni rias, dan sebagainya.
Harymawan (1993:10) menyatakan drama adalah kualitas komunikas stuasi, action (segala yang dilihat dalam pentas) yang menmbulkan perhatian, kehebatan, (axcting), dan ketegangan pada pendengar penonton. Selain itu Harymawan (1993: 11) yang menyatakan drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton.
Drama adalah cerita tentang konflik manusia, kita tidak bisa memahami sampai kita tahu kapan, mengapa, dan bagaimana konflik manusia. Drama adalah cerita dalam bentuk dialog, drama tak lebih dari interpretasi kehidupan, drama adalah salah satu bentuk kesenian.
Mempelajari naskah drama dapat dilakukan dengan cara mempelajari kata-kata, ungkapan, kalimat atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah drama yang ditulisnya. Memang penonton mungkin tidak pernah membaca sendiri dialog dalam naskah. Mereka mendengarkan dialog diucapkan oleh aktor di panggung (Ghazali, 2001: 2).
5. Bahan Penulisan Naskah Drama
a. Tokoh
Tidak ada drama tanpa pelaku, bagaimanapun bentuk dan jenis drama tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam karya sastra selalu diemban atau terjadi atas diri tokoh-tokoh tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita, sehingga peristiwa tersebut mampu menjalin suatu cerita yang padu disebut tokoh (Maryaeni, 1992: 39).
Inti sebuah naskah drama terletak pada hadirnya keinginan seorang tokoh dan ia berjuang keras untuk mencapainya. Hidup bagi tokoh itu akan terasa tidak bermakna jika tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya itu kandas di perjalanan. Berbagai cara dia lakukan untuk memperoleh keinginan atau tujuan hidupnya (Ghazali, 2001: 10).
Dengan demikian berdasarkan beberapa pengertian di atas, untuk menganalisis tokoh dan hadirnya pola motivasional tokoh dapat dilakukan melalui pemahaman dialog dan tingkah laku atau perbuatan tokoh yang hadir dalam drama.
b. Latar
Latar adalah lingkungan tempat untuk mengekspresikan diri tokoh, dan tempat terjadinya peristiwa. Latar dapat berfungsi sebagai metominia atau metafora yaitu sebagai ekspresi dari tokoh-tokoh yang ada (Wellek & Warren, 1990: 291). Menurut Aminuddin (dalam Zamroni: 2006) fungsi latar adalah: (1) fungsi fisikal, memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya sehingga sebuah cerita menjadi logis, (2) fungsi psikologis, sebagai keadaan batin para tokoh atau menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh, bila latar tersebut mampu menuansakan makna tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan macamnya latar dibagi atas latar fisik dan latar sosial. Sedang secara fungsional latar dapat dibedakan menjadi latar fisik dan latar psikologis.
c. Tema
Tema merupakan pokok pikiran atau sesuatu yang melandasi suatu karya sastra diciptakan. Tema merupakan sesuatu yang paling hakiki dalam setiap karya sastra meskipun tidak meninggalkan dan mengesampingkan unsur lainnya (Maryaeni, 1992: 32).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penulis mengembangkan ceritanya didasari oleh pemahaman sebuah tema. Namun sebaliknya seorang pembaca untuk memahami sebuah tema harus lebih dulu memahami unsur-unsur signifikan naskah yang menjadi media pemapar tema.
6. Sosiologi Sastra
Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul Cours De Philosophie Positive karangan Auguste Conte (dalam wikipedia: 2009). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa (http. Wikipedia:2009).
Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu iterdisipliner antara sosiologi dan ilmu sastra, sosiologi sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang agak terabaikan. Jadi sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau ilmu tentang kehidupan masyarakat. Menurut Selo Sumarjan (dalam Saraswati, 2003: 2) sosiologi ilmu yang di dalamnya mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk di dalamnya perubahan-perubahan sosial.
Saraswati (2003: 2) menganggap sosiologi sebagai ilmu yang multiparadigma. Maksudnya di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologia adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lambaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tau bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada (Saraswati, 2003: 3).
7. Kerangka Berpikir
Setelah penelitian menjelaskan permasalahan secara jelas, yang dipikirkan selanjutnya adalah suatu gagasan tentang letak persoalan atau masalah dalam hubungan yang lebih luas. Asumsi yang harus diberi adalah anggapan dasar. Menurut Prof. Dr. Winarno Srakhmad, M.Sc.Ed. (dalam Arikunto, 2006: 65) anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik.

Kerangka Berpikir
















Gambar: 2. 1.
Alur penelitian ini berdasarkan kerangka berpikir di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam penelitian ini terdapat naskah drama atau data mentah, struktur, konflik, dan konflik yang terjadi. Di dalam struktur naskah drama terdapat dua unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun dari dalam naskah itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur dari luar yang membangun naskah drama tersebut.
Dalam naskah drama ditemukan kejadian atau konflik, yaitu konflik sosial. Setelah diketahui struktur yang membangun dan konflik yang terjadi dalam naskah drama tersebut, dari data itu kemudian dianalisis. Setelah dianalisis berdasarkan struktur dan konfliknya maka akan didapat sebuah hasil dari penelitian tentang naskah drama yang berjudul Konflik Sosial Tokoh Utama Dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens. Setelah hasilnya diketahui kemudian disimpulkan secara keseluruhan.
B. Penelitian yang Relevan
Untuk mengetahui keaslian atau keotentikan penelitian ini perlu adanya tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka adalah uraian sistematis tentang hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Sangidu, 2004: 10). Fungsi tinjauan pustaka adalah untuk mengembangkan secara sistematik penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian tentang sastra yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, sebuah penelitian memerlukan keaslian baik itu penelitian tentang sastra maupun bahasa.
Penelitian mengenai aspek sosial pernah dilakukan Moch. Zamroni (2006, UM) dalam skripsi berjudul “Konflik Naskah Drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya“. Hasil penelitian ini adalah beberapa konflik yang secara garis besar bisa diurutkan menjadi: (1) kebingungan suami istri atas kabar kematian Chairul Umam, (2) kebingungan suami istri karena keluarnya tabungan persiapan kematian mereka, (3) pertengkaran-pertengkaran suami istri dalam mempersiapkan kematian mereka, (4) kegelisahan Cokro atas perlakuan suami istri kepada dirinya, (5) pertengkaranpertengkaran suami istri soal buku wasiat suami, dan (6) pembunuhan Cokro terhadap suami istri setelah menolong suami masuk ke peti mati dan menutup kedua peti tersebut. Konflik tersebut bisa dikelompokkan berdasarkan wujud konfliknya.
Penelitian Aminatul Fajriyah (2005, UNES) ”Masalah-Masalah Sosial dalam Kumpulan Naskah Drama Mengapa Kau Culik Anak Kami Karya Seno Gumira Ajidarma” Hasil penelitian ini adalah berdasarkan analisis sosiologi sastra yang dilihat dari aspek sosial tentang masalah sosial pada tiga drama dalam kumpulan naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami yaitu (1) kejahatan, (2) penindasan, (3) pelacuran. Kejahatan terdapat dalam drama “Tumirah Sang Mucikari”, Mengapa Kau Culik Anak Kami”, “Jakarta 2039”. Penindasan dan pelacuran terdapat dalam drama “Tumirah Sang Mucikari”, sedangkan faktor yang memunculkan adanya masalah sosial yaitu faktor psikologis, faktor alam, dan faktor biologis. Faktor psikologis terdapat dalam drama “Tumirah Sang Mucikari”, “Mengapa Kau Culik Anak Kami”, “Jakarta 2039”, sedangkan faktor alam dan faktor biologis hanya terdapat dalam drama “Tumirah Sang Mucikari”.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian lain yang telah dilakukan adalah pengkajian masalah atau konflik yang terjadi, bernuansa politik yang terkandung dalam karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra.























BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Prosedur Penelitian
Penelitian jenis kualitatif adalah penelitian yang memfokuskan pada kata-kata sebagai bentuk dasar data yang ditemukan, yang dikumpulkan melalui informasi dalam bentuk dokumen, catatan pribadi, atau suatu peristiwa yata dan lain sebagainya. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), keadaan fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpualan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi (Sutopo, 2002: 8-10).
Pengkajian deskriptif menyarankan pada pengkajian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta atau fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya. Artinya yang dicatat dan dianalisis adalah unsur-unsur dalam karya sastra seperti apa adanya (Sutopo, 2002: 8-10).
Penelitian ini dilakukan peneliti dengan judul Konflik Sosial Tokoh Utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan penelitian deskriptif yaitu suatu cara yang digunakan untuk meneliti kajian terhadap karya sastra yang hasilnya berupa deskripsi atau paparan.
Metode kualitatif dalam penelitian ini adalah metode yang digunakan untuk menentukan unit motivasional dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens. Unit motivasional tersebut termuat dalam paparan bahasa yang berupa dialog-dialog yang memuat pesan, ucapan, pikiran tokoh, respon terhadap tokoh, konflik, tema, suasana, mood (gejala emosional).
B. Objek Penelitian
Objek penelitian yang ada pada penelitian ini Konflik Sosial Tokoh Utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Diken.

C. Instrumen Penelitian
Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul dan pengolah data secara penuh. Instrumen lain berupa tabel unit-unit motivasional dan grafik tensi permainan berfungsi sebagai instrumen pendukung yang digunakan peneliti untuk menafsirkan dan menggali konflik.
Peneliti sebagai instrumen mengadakan perencanaan, pelaksana pengumpulan data, analisis, dan penafsiran data. Peran peneliti sebagai human instrument (manusia sebagai instrumen) maksudnya peneliti mengadakan pengamatan secara mendalam dengan objek penelitian yaitu naskah drama.
D. Data dan Sumber Data
1. Data
Data dapat diartikan sebagai bahan mentah yang didapatkan peneliti dari penelitiannya, bisa berupa fakta maupun keterangan yang dapat digunakan sebagai dasar analisis. Data dapat berfungsi sebagai bukti dan petunjuk tentang adanya sesuatu. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah berupa dialog-dialog sebagai unit motivasional pada setiap satuan peristiwa dalam adegan dan masing-masing babak dalam naskah drama. Nujum Karya Charles Dikens.
2. Sumber Data
Sumber data adalah sesuatu yang menjadi sumber untuk memperoleh sebuah data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data berupa naskah drama Nujum Karya Charles Dikens pada bagian-bagian khusus yang memuat unit-unit konflik dan unit-unit pendukung konflik.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, teknik simak, dan catat. Teknik pustaka adalah teknik menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto dalam Main Sufanti, 2004: 90). Teknik simak adalah suatu teknik pemerolehan data yang dilakukan dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa (Mahsum, 2005: 90). Teknik simak dan catat digunakan untuk menyimak dan mencatat secara cermat terhadap data primer, yakni Naskah Drama Nujum Kaarya Charles Dikens.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah: (1) reduksi data, (2) sajian data, dan (3) pemberian simpulan serta verifikasi data ( Sutopo, 2006: 113).
Dalam rangka mengungkapkan makna secara umum teknik analisis data dilaksanakan dengan pembacaan heuristik dan pembacaan retroaktif, atau hermeneutik. Pembaca heuristik adalah telaah dari kata-kata, bait-bait karya sastra pembacaan hermeneutik merupakan penafsiran atas totalitas karya sastra (Endraswara, 2003: 66).
G. Teknik Validitas Data
Teknik validitas data dengan menggunakan trianggulasi data, yaitu teknik yang dilakukan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib menggunakan sumber data yang berbeda-beda yang tersedia. Dengan demikian, apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber yang lain yang berbeda, baik kelompok sumber jenisnya, yakni dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan peneliti (Sutopo, 2006: 93-94). Teknik validitas data artinya memvalidkan data yang terdapat di dalam sumber data.