Rabu, 16 Februari 2011

PROPOSAL SASTRA NUJUM

BAB
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya, sehingga kreatifitas sastra harus mampu melahirkan kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Semi, 1988: 8). Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni dan ada lagi yang menyebut sebagai suatu karya, fiksi, puisi, drama, cerpen, dan lain-lain.
Drama adalah cerita tentang konflik manusia, kita tidak bisa memahami sampai kita tahu kapan, mengapa, dan bagaimana konflik manusia. Drama adalah cerita dalam bentuk dialog, drama tidak lebih dari interpretasi kehidupan, drama adalah salah satu bentuk kesenian. Drama dirancang untuk penonton drama bergantung pada komunikasi.
Mempelajari naskah drama dapat dilakukan dengan cara mempelajari dengan seksama kata-kata, ungkapan, kalimat atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah drama yang ditulisnya. Memang penonton mungkin tidak pernah membaca sendiri dialog dalam naskah. Mereka mendengarkan dialog diucapkan oleh aktor di panggung (Ghazali, 2001: 2).
Berdasarkan uraian di atas penelitan ini menitikberatkan pada struktur dan konflik sosial dalam naskah drama nujum sehingga dipilih dalam penelitian ini karena sangat menarik untuk dikaji, kelebihan naskah drama ini terletak pada ceritanya yakni tentang pemilihan demang yang menyebabkan terjadinya konflik sosial yang dialami oleh tokoh utama yaitu Ki Demang, Parno, Trimo, Nyi Demang, Yatmi, Pringgo, Ningsih dan Pak Kyai. Konflik sosial yang terjadi dalam pemilihan demang berdampak negatif bagi desa maupun dirinya sendiri. Peristiwa yang dialami oleh tokoh utama dalam naskah drama Nujum ini ternyata dalam kehidupan disuatu daerah atau desa,
kedudukan sebagai demang sangat penting dalam pemerintahan atau kepemimpinan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas peneliti akan mengkaji Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens karena banyak mengandung aspek sosial. Peneliti akan memfokuskan penelitian ini ke dalam masalah konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan pembahasan masalah dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens tersebut banyak membahas masalah sosial. Dalam menganalisis menggunakan tinjauan sosiologi sastra. Dengan demikian peneliti mengangkat judul ” Konflik Sosial Tokoh Utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens”.

B. Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan penelitian yang terarah, maka perlu dirumuskan masalah dalam penelitian. Adapun perumusaan masalah dalam penelitian ini adalah sebagi berikut :
a. Bagaimana struktur yang membangun Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens?
b. Bagaimana konflik sosial yang terjadi pada tokoh utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini supaya tepat pada sasarannya adalah
a. Mendeskripsikan tentang bagaimana struktur yang membangun Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens.
b. Mendeskripsikan tentang konflik sosial yang terjadi pada tokoh utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens.





D. Mamfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tersebut adalah.
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk mahasiswa yang akan melakukan penelitian berikutnya.
b. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang penelitian sastra yang mengangkat aspek sosial dalam masyarkat.
c. Memberikan alternatif dalam mengapresiasikan karya sastra sekaligus sebagai salah satu bahan ajar sastra di sekolah-sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar atau rujukan dan pengembangan pada pemecahan masalah sosial masyarakat.
b. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada usaha pemecahan masalah, antara lain tentang pemahaman aspek sosial dalam masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan tersebut menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri (http.wikipedia: 2009).
Pertentangan yang menjadi esensi drama disebut dengan istilah konflik. Konflik menurut Dietrich (dalam Zamroni: 2006) dasar drama berupa pertentangan yang dialami tokoh sebagai respon atas timbulnya kekuatan-kekuatan dramatis (konflik bisa berupa pertengkaran antartokoh, pertengkaran tokoh dengan dirinya sendiri, dengan ide atau dengan lingkungan). Ferdinand Brunetieve di akhir abad ke-19 menyebutkan bahwa drama harus mewujudkan pernyataan kekuatan manusia yang saling beroposisi. Secara teknis disebut kisah dari protagonis yang menginginkan sesuatu dan antagonis yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut. Pertentangan itu mengakibatkan apa yang disebut dramatic action.

Konflik merupakan esensi drama. Dengan demikian, drama pada dasarnya merupakan pencerminan kehidupan di masyarakat yang berisi tentang pertentangan-pertentangan baik fisik maupun psikis. Pertentangan-pertentangan tersebut saling membentur sehingga membentuk rangkaian peristiwa yang menjadi padu dalam lakon tersebut. Pengarang menciptakan bermacam-macam konflik bagi tokoh ceritanya, sebab dengan konflik itu pulalah cerita digerakkan.
Konflik dapat menggerakkan cerita menuju komplikasi, dan semakin banyak dan rumit konflik disediakan oleh pengarang, tentu semakin tinggi pula ketegangan yang dihasilkan (Ghazali, 2001:13). Dengan dimulainya suatu konflik, mulai pulalah lakon tersebut (Maryaeni, 1992:46).
Drama yang baik biasanya konfliknya selalu terkait dengan tema dan alur, maksudnya adalah temanya selalu terjalin di dalam alur yang kuat, dan alurnya selalu dapat menarik perhatian karena tersusun dari jalinan konflik-konflik yang matang dan terarah serta tersebar secara merata dalam setiap bagian-bagian alur tersebut. Pengertian konflik juga meliputi pula pertentangan-pertentangan antara unsur-unsur lain yang turut membangun alur, konflik adalah bagian alur yang mengungkapkan pertentangan antara tokoh dan unsur-unsur.
2. Konflik Sosial
Melani ( dalam http://id.shvoong.com/tags/ pengertian-konflik-sosial.) masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya (http://id.shvoong.com/tags/ pengertian-konflik-sosial.).
3. Naskah Drama
Naskah drama (lakon) pada umumnya disebut scenario, berupa susunan (komposisi) dari adegan adegan dalam penuangan sebagai karya tulis, biasanya memiliki keterbatasan sesuai dengan fitrahnya.
Naskah drama adalah suatu cerita drama dalam bentuk dialog atau dalam bentuk tanya jawab antar pelaku. Sedangkan penyajiannya melalui dialog dan gerak para pelaku dari sebuah panggung kepada penoton.
Dalam persiapan sebuah pertunjukan drama atau pun produksi film maupun senetron, naskah drama adalah instansi pertama yang berperan sebelum sampai ketangan sutradara dan para actor. Naskah drama (lakon) bisa berdiri sendiri sebagai bacaan berupa buku cerita (klasifikasi sastra lakon). Ketika naskah itu akan dimainkan, biasanya di ketik kembali dalam format yang khusus untuk para pemain dan awak produksi.
Biasanya naskah drama ditulis untuk kepentingan pementasan yang diangkat dari isu-isu yang terjadi dalam masyarakat. Namun ada juga naskah drama yang berupa adaptasi dari novel, puisi, cerpen, dan karya sastra yang dapat diadaptasi yang dari keseluruh cerita itu di tulis ulang menjadi naskah drama.
Naskah drama (lakon) merupakan penuangan dari ide cerita ke dalam alur cerita dan susunan lakon. Seorang penulis naskah drama dalam proses berkaryanya bertolak dari tema cerita. Tema itu disusun jadi sebuah cerita yang terdiri dari peristiwa-peristiwa, yang memiliki alur yang jelas dengan ukuran dan panjang yang perhitungkan menurut kebutuhan sebuah pertunjukan. Bisa untuk satu jam, dua jam, atau lebih. Karena itu dalam penyusunannya harus berpegang pada azas kesatuan (Unity) (http://bismirindu.wordpress.com/2009/07/23/283/).
4. Drama
Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon.
Menurut Waluyo (2006: 2) perkataan “drama” berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti: berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan, atau beraksi. Dalam kehidupan sekarang drama mengandung arti yang lebih luas ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra, ataukah drama itu sebagai salah satu cabang kesenian yang mandiri. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni rias, dan sebagainya.
Harymawan (1993:10) menyatakan drama adalah kualitas komunikas stuasi, action (segala yang dilihat dalam pentas) yang menmbulkan perhatian, kehebatan, (axcting), dan ketegangan pada pendengar penonton. Selain itu Harymawan (1993: 11) yang menyatakan drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton.
Drama adalah cerita tentang konflik manusia, kita tidak bisa memahami sampai kita tahu kapan, mengapa, dan bagaimana konflik manusia. Drama adalah cerita dalam bentuk dialog, drama tak lebih dari interpretasi kehidupan, drama adalah salah satu bentuk kesenian.
Mempelajari naskah drama dapat dilakukan dengan cara mempelajari kata-kata, ungkapan, kalimat atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah drama yang ditulisnya. Memang penonton mungkin tidak pernah membaca sendiri dialog dalam naskah. Mereka mendengarkan dialog diucapkan oleh aktor di panggung (Ghazali, 2001: 2).
5. Bahan Penulisan Naskah Drama
a. Tokoh
Tidak ada drama tanpa pelaku, bagaimanapun bentuk dan jenis drama tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam karya sastra selalu diemban atau terjadi atas diri tokoh-tokoh tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita, sehingga peristiwa tersebut mampu menjalin suatu cerita yang padu disebut tokoh (Maryaeni, 1992: 39).
Inti sebuah naskah drama terletak pada hadirnya keinginan seorang tokoh dan ia berjuang keras untuk mencapainya. Hidup bagi tokoh itu akan terasa tidak bermakna jika tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya itu kandas di perjalanan. Berbagai cara dia lakukan untuk memperoleh keinginan atau tujuan hidupnya (Ghazali, 2001: 10).
Dengan demikian berdasarkan beberapa pengertian di atas, untuk menganalisis tokoh dan hadirnya pola motivasional tokoh dapat dilakukan melalui pemahaman dialog dan tingkah laku atau perbuatan tokoh yang hadir dalam drama.
b. Latar
Latar adalah lingkungan tempat untuk mengekspresikan diri tokoh, dan tempat terjadinya peristiwa. Latar dapat berfungsi sebagai metominia atau metafora yaitu sebagai ekspresi dari tokoh-tokoh yang ada (Wellek & Warren, 1990: 291). Menurut Aminuddin (dalam Zamroni: 2006) fungsi latar adalah: (1) fungsi fisikal, memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya sehingga sebuah cerita menjadi logis, (2) fungsi psikologis, sebagai keadaan batin para tokoh atau menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh, bila latar tersebut mampu menuansakan makna tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan macamnya latar dibagi atas latar fisik dan latar sosial. Sedang secara fungsional latar dapat dibedakan menjadi latar fisik dan latar psikologis.
c. Tema
Tema merupakan pokok pikiran atau sesuatu yang melandasi suatu karya sastra diciptakan. Tema merupakan sesuatu yang paling hakiki dalam setiap karya sastra meskipun tidak meninggalkan dan mengesampingkan unsur lainnya (Maryaeni, 1992: 32).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penulis mengembangkan ceritanya didasari oleh pemahaman sebuah tema. Namun sebaliknya seorang pembaca untuk memahami sebuah tema harus lebih dulu memahami unsur-unsur signifikan naskah yang menjadi media pemapar tema.
6. Sosiologi Sastra
Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul Cours De Philosophie Positive karangan Auguste Conte (dalam wikipedia: 2009). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa (http. Wikipedia:2009).
Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu iterdisipliner antara sosiologi dan ilmu sastra, sosiologi sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang agak terabaikan. Jadi sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau ilmu tentang kehidupan masyarakat. Menurut Selo Sumarjan (dalam Saraswati, 2003: 2) sosiologi ilmu yang di dalamnya mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk di dalamnya perubahan-perubahan sosial.
Saraswati (2003: 2) menganggap sosiologi sebagai ilmu yang multiparadigma. Maksudnya di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologia adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lambaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tau bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada (Saraswati, 2003: 3).
7. Kerangka Berpikir
Setelah penelitian menjelaskan permasalahan secara jelas, yang dipikirkan selanjutnya adalah suatu gagasan tentang letak persoalan atau masalah dalam hubungan yang lebih luas. Asumsi yang harus diberi adalah anggapan dasar. Menurut Prof. Dr. Winarno Srakhmad, M.Sc.Ed. (dalam Arikunto, 2006: 65) anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik.

Kerangka Berpikir
















Gambar: 2. 1.
Alur penelitian ini berdasarkan kerangka berpikir di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam penelitian ini terdapat naskah drama atau data mentah, struktur, konflik, dan konflik yang terjadi. Di dalam struktur naskah drama terdapat dua unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun dari dalam naskah itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur dari luar yang membangun naskah drama tersebut.
Dalam naskah drama ditemukan kejadian atau konflik, yaitu konflik sosial. Setelah diketahui struktur yang membangun dan konflik yang terjadi dalam naskah drama tersebut, dari data itu kemudian dianalisis. Setelah dianalisis berdasarkan struktur dan konfliknya maka akan didapat sebuah hasil dari penelitian tentang naskah drama yang berjudul Konflik Sosial Tokoh Utama Dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens. Setelah hasilnya diketahui kemudian disimpulkan secara keseluruhan.
B. Penelitian yang Relevan
Untuk mengetahui keaslian atau keotentikan penelitian ini perlu adanya tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka adalah uraian sistematis tentang hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Sangidu, 2004: 10). Fungsi tinjauan pustaka adalah untuk mengembangkan secara sistematik penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian tentang sastra yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, sebuah penelitian memerlukan keaslian baik itu penelitian tentang sastra maupun bahasa.
Penelitian mengenai aspek sosial pernah dilakukan Moch. Zamroni (2006, UM) dalam skripsi berjudul “Konflik Naskah Drama Dag Dig Dug karya Putu Wijaya“. Hasil penelitian ini adalah beberapa konflik yang secara garis besar bisa diurutkan menjadi: (1) kebingungan suami istri atas kabar kematian Chairul Umam, (2) kebingungan suami istri karena keluarnya tabungan persiapan kematian mereka, (3) pertengkaran-pertengkaran suami istri dalam mempersiapkan kematian mereka, (4) kegelisahan Cokro atas perlakuan suami istri kepada dirinya, (5) pertengkaranpertengkaran suami istri soal buku wasiat suami, dan (6) pembunuhan Cokro terhadap suami istri setelah menolong suami masuk ke peti mati dan menutup kedua peti tersebut. Konflik tersebut bisa dikelompokkan berdasarkan wujud konfliknya.
Penelitian Aminatul Fajriyah (2005, UNES) ”Masalah-Masalah Sosial dalam Kumpulan Naskah Drama Mengapa Kau Culik Anak Kami Karya Seno Gumira Ajidarma” Hasil penelitian ini adalah berdasarkan analisis sosiologi sastra yang dilihat dari aspek sosial tentang masalah sosial pada tiga drama dalam kumpulan naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami yaitu (1) kejahatan, (2) penindasan, (3) pelacuran. Kejahatan terdapat dalam drama “Tumirah Sang Mucikari”, Mengapa Kau Culik Anak Kami”, “Jakarta 2039”. Penindasan dan pelacuran terdapat dalam drama “Tumirah Sang Mucikari”, sedangkan faktor yang memunculkan adanya masalah sosial yaitu faktor psikologis, faktor alam, dan faktor biologis. Faktor psikologis terdapat dalam drama “Tumirah Sang Mucikari”, “Mengapa Kau Culik Anak Kami”, “Jakarta 2039”, sedangkan faktor alam dan faktor biologis hanya terdapat dalam drama “Tumirah Sang Mucikari”.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian lain yang telah dilakukan adalah pengkajian masalah atau konflik yang terjadi, bernuansa politik yang terkandung dalam karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra.























BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Prosedur Penelitian
Penelitian jenis kualitatif adalah penelitian yang memfokuskan pada kata-kata sebagai bentuk dasar data yang ditemukan, yang dikumpulkan melalui informasi dalam bentuk dokumen, catatan pribadi, atau suatu peristiwa yata dan lain sebagainya. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), keadaan fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpualan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi (Sutopo, 2002: 8-10).
Pengkajian deskriptif menyarankan pada pengkajian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta atau fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya. Artinya yang dicatat dan dianalisis adalah unsur-unsur dalam karya sastra seperti apa adanya (Sutopo, 2002: 8-10).
Penelitian ini dilakukan peneliti dengan judul Konflik Sosial Tokoh Utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan penelitian deskriptif yaitu suatu cara yang digunakan untuk meneliti kajian terhadap karya sastra yang hasilnya berupa deskripsi atau paparan.
Metode kualitatif dalam penelitian ini adalah metode yang digunakan untuk menentukan unit motivasional dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Dikens. Unit motivasional tersebut termuat dalam paparan bahasa yang berupa dialog-dialog yang memuat pesan, ucapan, pikiran tokoh, respon terhadap tokoh, konflik, tema, suasana, mood (gejala emosional).
B. Objek Penelitian
Objek penelitian yang ada pada penelitian ini Konflik Sosial Tokoh Utama dalam Naskah Drama Nujum Karya Charles Diken.

C. Instrumen Penelitian
Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul dan pengolah data secara penuh. Instrumen lain berupa tabel unit-unit motivasional dan grafik tensi permainan berfungsi sebagai instrumen pendukung yang digunakan peneliti untuk menafsirkan dan menggali konflik.
Peneliti sebagai instrumen mengadakan perencanaan, pelaksana pengumpulan data, analisis, dan penafsiran data. Peran peneliti sebagai human instrument (manusia sebagai instrumen) maksudnya peneliti mengadakan pengamatan secara mendalam dengan objek penelitian yaitu naskah drama.
D. Data dan Sumber Data
1. Data
Data dapat diartikan sebagai bahan mentah yang didapatkan peneliti dari penelitiannya, bisa berupa fakta maupun keterangan yang dapat digunakan sebagai dasar analisis. Data dapat berfungsi sebagai bukti dan petunjuk tentang adanya sesuatu. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah berupa dialog-dialog sebagai unit motivasional pada setiap satuan peristiwa dalam adegan dan masing-masing babak dalam naskah drama. Nujum Karya Charles Dikens.
2. Sumber Data
Sumber data adalah sesuatu yang menjadi sumber untuk memperoleh sebuah data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data berupa naskah drama Nujum Karya Charles Dikens pada bagian-bagian khusus yang memuat unit-unit konflik dan unit-unit pendukung konflik.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, teknik simak, dan catat. Teknik pustaka adalah teknik menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto dalam Main Sufanti, 2004: 90). Teknik simak adalah suatu teknik pemerolehan data yang dilakukan dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa (Mahsum, 2005: 90). Teknik simak dan catat digunakan untuk menyimak dan mencatat secara cermat terhadap data primer, yakni Naskah Drama Nujum Kaarya Charles Dikens.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah: (1) reduksi data, (2) sajian data, dan (3) pemberian simpulan serta verifikasi data ( Sutopo, 2006: 113).
Dalam rangka mengungkapkan makna secara umum teknik analisis data dilaksanakan dengan pembacaan heuristik dan pembacaan retroaktif, atau hermeneutik. Pembaca heuristik adalah telaah dari kata-kata, bait-bait karya sastra pembacaan hermeneutik merupakan penafsiran atas totalitas karya sastra (Endraswara, 2003: 66).
G. Teknik Validitas Data
Teknik validitas data dengan menggunakan trianggulasi data, yaitu teknik yang dilakukan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib menggunakan sumber data yang berbeda-beda yang tersedia. Dengan demikian, apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber yang lain yang berbeda, baik kelompok sumber jenisnya, yakni dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan peneliti (Sutopo, 2006: 93-94). Teknik validitas data artinya memvalidkan data yang terdapat di dalam sumber data.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar