Senin, 07 Maret 2011

KESALAHAN BIDANG SINTAKSIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat atau sarana komunikasi yang digunakan antar manusia. Bahasa dapat mengekspresikan maksud dan tujuan seseorang. Lewat bahasa pula kita dapat memahami serta berkomunikasi dengan baik sesama manusia. Dengan latar belakang diatas maka kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar penduduk di dunia adalah dwibahasawan, maksudnya bahwa sebagian manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa atau lebih sebagai alat komunikasi.
Orang yang biasa menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian untuk tujuan yang berbeda merupakan agen pergontak dua bahasa. Semakin besar jumlah orang yang seperti ini, maka semakin intensif pula kontak antara dua bahasa yang mereka gunakan. Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang manifestasinya menjelma didalam penerapan kaidah bahasa pertama (B1) didalam penggunaan bahasa kedua ( B2 ). Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi didalam pemakaian sistem B2, pada saat penggunaan B1. Salah satu dampak negatif dari praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian adalah terjadinya kekacauan pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah interferensi (Khairul Matien : 2-3).
Sebagai seorang calon guru khususnya guru Bahasa Indonesia sering kita menjumpai kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para siswa. Kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para siswa tersebut ternyata dapat dibagi kedalam 2 kategori yaitu kategori kesalahan dalam bidang keterampilan yang meliputi menyimak, membaca, menulis dan membaca, serta kesalahan dalam bidang linguistik yang meliputi tata bentuk bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), tata bentuk kalimat (sintaksis).


Pengertian dari Analisis Kesalahan Berbahasa itu sendiri adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si terdidik atau siswa yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik (Pateda, 1989 : 32).
Sementara Pateda (50-66) juga menjelaskan bahwa analisis kesalahan berbahasa dibagi kedalam daerah-daerah kesalahannya. Menurut pateda daerah kesalahan berbahasa dibagi menjadi 4 antara lain : (1) Daerah kesalahan fonologi, (2) Daerah kesalahan morfologi, (3) Daerah kesalahan sintaksis, (4) Daerah kesalahan semantis. Meskipun daerah kesalahan tersebut sudah diklasifikasikan tetapi antara daerah kesalahan bahasa satu dengan yang lain saling berhubungan.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menganalisis lebih spesifik atau mendetail lagi mengenai salah satu daerah kesalahan berbahasa seperti yang diungkapkan oleh pateda diatas. Salah satu daerah kesalahan yang ingin kita analisis yaitu Daerah kesalahan Bidang Sintaksis (Kalimat).
B. Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan dibahas menjadi terarah dan menuju tujuan yang diinginkan diperlukan adanya perumusan masalah. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang di maksud dengan kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis?
2. Bagaimanakah kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis berdasarkan jenis keterampilannya (menyimak, membaca, menulis dan membaca)?
C. Tujuan
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari bahasan utamanya, maka dirumuskan tujuan dari penelitian ini.
1. Mendeskripsikan mengenai pengertian dari Analisis Kesalahan dalam bidang Sintaksis.
2. menjelaskan Analisis kesalahan Berbahasa dalam Bidang Sintaksis berdasarkan jenis keterampilannya (menyimak, membaca, menulis dan membaca)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Sintaksis
Menurut Sofa (2008) bahwa Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat (Lubis Grafura : 2008). Bidang tata kalimat menyangkut urutan kata dan frase dikaitkan dengan hukum-hukumnya (DM, MD) (Maharsiwi : 2009). Untuk keperluan itu semua perlu adanya deskripsi yang jelas antara bahasa Bl dan B2. Di sisi yang lain Samsuri dalam Maharsiwi (2009) mengungkapkan bahwa dalam berbahasa mengucapkan kalimat-kalimat, untuk dapat berbahasa dengan baik, kita harus dapat menyusun kalimat yang baik. Untuk dapat menyusun kalimat yang baik, kita harus menguasai kaidah tata kalimat (sintaksis). Hal ini disebabkan tata kalimat menduduki posisi penting dalam ilmu bahasa.
Kalimat adalah serangkaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan yang relatif lengkap (Werdiningsih, 2006:77-79) dalam (Budi Santoso). Kesatuan kalimat dalam bahasa tulis dimulai dari penggunaan huruf kapital pada awal kalimat dan diakhiri dengan penggunaan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru pada akhir kalimat. (Werdiningsih, 2006:78) dalam (Budi Santoso) mengungkapkan bahwa sebuah kalimat dikatakan efektif jika dapat mendukung fungsinya sebagai alat komunikasi yang efektif. Maksudnya bahwa kalimat tersebut mampu mengungkapkan gagasan, pikiran, dan gagasan secara jelas sehingga terungkap oleh pembaca sebagaimana diinginkan.
Menurut Arifin (2001: 116) sebuah kalimat hendaknya berisikan suatu gagasan atau ide. Agar gagasan atau ide sebuah kalimat dapt dipahami pembaca, fungsi bagian kalimat yang meliputi subjek, predikat, objek, dan keterangan harus tampak dengan jelas (eksplisit). Di samping unsur eksplisit kalimat harus dirakit secara logis dan teratur.
Pateda (1989 : 58) menyatakan bahwa kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan misalnya dengan kalimat yang berstruktur tidak baku, kalimat yang ambigu, kalimat yang tidak jelas, diksi yang tidak tepat yang menbentuk kalimat, kalimat mubazir, kata serapan yang digunakan di dalam kalimat dan logika kalimat.
B. Analisis kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis berdasarkan jenis keterampilannya (menyimak, membaca, menulis dan membaca)
Menurut Sungkar Kartopati (2010) dalam pembelajaran bidang sintaksis terdapat 4 aspek yang berhubungan dengan analisis kesalahn berbahasa, yaitu :
1. Pembelajaran Sintaksis dalam mendengarkan
Kalimat merupakan satuan kata yang mengandung gagasan yang menjadi pokok yang didengar. Dari kegiatan mendengarkan tersebut respon atau tanggapan yang diharapkan dapat berupa aspek keterampilan yang bersifat produktif misalnya menulis atau berbicara. Dalam kegiatan atau sesuatu yang didengar tersebut diharapkan si pendengar dapat menyimpulkan sesuatu yang didengar dalam kalimat yang benar pula. Sebagai contoh dalam sebuah Tujuan Pembelajaran dijelaskan bahwa hasil yang diharapkan adalah siswa mampu menyimpulkan isi berita dari bahan dengaran ke dalam beberapa kalimat dan menuliskan kembali berita yang dari bahan dengaran dalam beberapa kalimat.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut siswa tentu saja harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kalimat dan unsur-unsur pembentuknya. Bagaimana membuat kalimat yang efektif dan mudah dipahami oleh orang lain. Untuk mengajarkan kalimat kepada siswa guru dapat menggunakan menggunakan metode-metode yang komunikatif dan melibatkan siswa secara langsung dalam membuat atau menganalisis kalimat.
2. Pembelajaran Sintaksis dalam Berbicara
Kecermatan dalam menyusun kalimat merupakan syarat bagi siswa ketika berbicara agar gagasan atau ide yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh pendengar dengan baik. Pengetahuan tentang seluk beluk kalimat, baik jenis kalimat maupun keefektifan dalam menyusun sebuah kalimat sangatlah perlu. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas yang menanyakan apakah A menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam kalimat menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya menyangkut persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi juga menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.
Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Contoh kasus seoarang guru yang sedang menasihati siswa dapat disusun ke dalam bentuk kalimat pasif juga aktif. Kalimat guru menasehati siswa menempatkan guru sebagai subjek. Dengan menempatkan guru di awal kalimat, memberi klarifikasi atas kesalahan siswa. Sebaliknya kalimat siswa dinasehati guru, guru ditempatkan tersembunyi. Makna yang muncul dari susunan kalimat ini berbeda karena posisi sentral dalam kedua kalimat ini adalah guru. Struktur kalimat bisa dibuat aktif atau pasif, tetapi umumnya pokok yang dianggap penting selalu ditempatkan diawal kalimat.
3. Pembelajaran Sintaksis dalam Membaca
Sintaksis merupakan tataran gramatikal sesudah morfologi. Untuk Kalimat-kalimat yang dirangkai hingga membentuk wacana harus dapat dipahami oleh siswa sehingga siswa dapat memahami sebuah tulisan melalui kegiatan membaca. Oleh karena itu, pengetahuan tentang kalimat perlu diberikan kepada siswa, melalui keterampilan bahasa lainnya.
4. Pembelajaran Sintaksis dalam Menulis
Sintaksis atau tata kalimat yang mewajibkan siswa untuk dapat menyusun kalimat secara efektif dan mudah dipahami. Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa seringkali mengalami kesulitan dalam membuat kalimat sehingga menimbulkan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan gagasan yang ingin disampaikan tidak dapat dipahami oleh pembaca. Sebagai contoh seorang guru meminta murid membuat kalimat dengan kata hasil. Siswa membuatnya menjadi Hasil dari pada pembangunan harus kita nikmati, secara langsung guru pasti akan melihat pada kesalahan penggunaan kata daripada. Sintaksis dalam pembelajaran menulis dapat dikemas dalam berbagai teknik pembelajaran yang menarik, misalnya dengan menulis berantai, yaitu guru memberikan satu kalimat pembuka dan siswa diminta untuk melanjutkan kalimat tersebut, selain itu untuk menulis cerita guru dapat meminta siswa membuat paragraf pembuka atau penutup. Dengan demikian siswa akan tertarik untuk menulis.
5. Berbagai contoh kalimat yang salah serta analisisnya
 “Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”
Membaca kalimat diatas pasti kita mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat tersebut berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri “. Poerwadarminta (1976:367) dalam Pateda (1989 : 60) menyatakan bahwa kata “ialah” bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna “ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi :
“Kesalahan orang itu ialah mencuri”
“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”
 “ Para sodara jamaah pengajian sekalian yang kita hormati,….. Kita bersyukur kepada para pelantara agama yang mana pada beliau-beliau itu begitu gigih memperjuangkan agama….”
Kita lihat kesalahan yang sering kita jumpai ini adalah kerancuan atau gejala pleonasme dalam penjamakan. Kata / para / yang sudah menunjukkan lebih dari satu sering digabungkan dengan kata / sekalian / atau diulang misalnya / para pengurus-pengurus, para bapak-bapak, dan sebagainya yang sudah sama-sama bermakna banyak. Demikian pula akhiran asing /-in / pada kata hadirin, ini juga sudah menandakan banyak. Kesalahan serupa sering kita simak misalnya pada saat ada pertunjukkan hiburan di lapangan, pembawa acara menyambut penampilan penyanyi idola mereka dengan ucapan “ Baiklah para hadirin sekalian, kita sambut penyanyi kesayangan kita…..” Bentuk yang benar adalah para hadir ( tetapi kurang baik, kurang lazim ), sehingga bentuk yang baik dan benar adalah cukup hadirin atau ditambah dengan kata sifat yang berbahagia. Dalam pengajian bisa menggunakan sapaan Hadirin yang berbahagia, Bapak/ Ibu sekalian, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian yang saya hormati, Saudara-saudara yang berbahagia, Para Saudara jamaah pengajian yang berbahagia atau yang mengharap rida Allah, yang dimulyakan Allah, dan sebagainya. Bentuk sapaan sodara dalam pengucapan memang alih-alih menjadi bunyi / o /, padahal dalam penulisan dan juga pelafalan yang tepat adalah saudara ( secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yakni / sa / yang berarti satu dan / udara / yang berarti perut, jadi artinya adalah satu perut atau berasal dari satu perut ibu seperti kakak, adik. Lama-kelamaan kata itu meluas penggunaanya. Demikian pula kata / ibu /, / bapak / yang dialamatkan hanya pada lingkungan keluarga saja (Inta Sahrudin : 2008)














BAB III
KESIMPULAN

Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Kalimat adalah serangkaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan yang relatif lengkap. Sbuah kalimat hendaknya berisikan suatu gagasan atau ide. Agar gagasan atau ide sebuah kalimat dapt dipahami pembaca, fungsi bagian kalimat yang meliputi subjek, predikat, objek, dan keterangan harus tampak dengan jelas (eksplisit).
Analisis kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis berdasarkan jenis keterampilannya yaitu sebagai berikut: Pembelajaran Sintaksis dalam mendengarkan, pembelajaran sintaksis membaca, pembelajaran sintaksis berbicara, dan pembelajaran sintaksis dalam menulis.
“Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”
Membaca kalimat diatas pasti kita mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat tersebut berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri “. Poerwadarminta (1976:367) dalam Pateda (1989 : 60) menyatakan bahwa kata “ialah” bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna “ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi :
“Kesalahan orang itu ialah mencuri”
“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”






Daftar Pustaka

Hastuti, SRI. 1989. Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: PT Mitra Gama Widya.
Inta Sahrudin. 2008. Analisis Kesalahan Berbahasa. http://www.inta.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010.
Khairul Matien. Bahan Ajar Analisis Kesalahan Berbahasa.
http://www.media.diknas.go.id. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010.
Lubis Grafura. 2008. Anakon II. http://lubisgrafura.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010
Mansoer Pateda. 1989. Analisis Kesalahan. Nusa Indah
Maharsiwi widyaningrum. 2009. Analisis Kesalahan Bahasa Bab 2. http://materitutorbahasaindonesiapendasut.blogspot.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010.
Sofa. 2009. Analisis Kesalahan Ejaan Bahasa Indonesia Ragam Media dalam Surat Kabar Harian Radar Tarakan Bab 2. http://massofa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010.
Budi Santoso. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan Nonbahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Malang. http://www.infodiknas.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010.
Sungkar Kartopati. 2010. Pembelajaran Bahasa dan Empat Keterampilan Berbahasa. http://suksesbersamasukarto.blogspot.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar