Senin, 07 Maret 2011

STILISTIKA

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Puisi sebagai salah satu jenis sastra yang merupakan pernyataan sastra. Segala unsur seni kesastraan mengental dalam puisi. Oleh karena itu puisi dari dahulu hingga sekarangpernyataan seni sastra yang paling baku. Membaca merupakan sebuah kenikmatan yang khusus, bahkan merupakan puncak kenikmatan seni sastra. Oleh karena itu sastra dari dahulu hingga sekarang puisi selalu diciptakan orang dan selalu dibaca, dideklamasikan untuk lebih merasakan kenikmatan seninya dan nilai kejiwaannya yang tinggi. Dari dahulu hingga sekarang, puisi digemari oleh semua lapisan masyarakat. Karena kemajuan masyarakat dari waktu kewaktu selalu meninggkat, maka corak sikap dan bentuk puisi-pun selalu berubah mengikuti perkambangan selera, konsep estetik yang selalu berubah, dan kemajuan intelektual yang selalu meningkat.
Dalam penelitian ini saya akan menganalisis lebih spesifik atau mendetail lagi mengenai puisi yang berjudul DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR. Dimana dalam puisi ini memiliki sebuah pesan yang akan disampaikan oleh seorang penyair kepada pembacanya atau pendengarnya dalam sebuah karya sastranya dalam bentuk puisi. Tema, amanat, nada dan suasana, gaya kata (diksi), gaya kalimat, pencitraan, perasaan dan pemaknaan, akan dikaji secara lebih lanjut dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan dibahas menjadi terarah dan menuju tujuan yang diinginkan diperlukan adanya perumusan masalah. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa tema yang terkandung dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR?
2. Bagaimana gaya bahasa dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR?
3. Suasana apa yang ada dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR?
4. Apakah makna yang terdapat dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR?


C. Tujuan
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan agar lebih terarah dan tidak menyimpang dari bahasan utamanya, maka tujuan dari penelitian ini.
1. Mendeskripsikan dan menganalisis tema yang terkandung dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR.
2. Mendeskripsikan gaya bahasa dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR.
3. Menganalisis suasana yang ada dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR.
4. Memaparkan makna yang terdapat dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR.
D. Manfaat
Suatu penelitian pasti mempunyai tujuan agar lebih terarah dan tidak menyimpang dari bahasan utamanya, dari tukuan yang telah dicapi akan mencapatkan beberapa manfaat. Maka dapat disebutkan manfaat dari penelitian ini.
1. Mengetahui tema yang terkandung dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR.
2. Mengetahui bagaimana gaya bahasa dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR.
3. Mengetahui suasana apa yang ada dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR.
4. Mengetahui makna yang terdapat dalam puisi DO’A KARYA CHAIRIL ANWAR.
















BAB II
LANDASAN TEORI


A. Stilistika
Stilistika menurut Sudjima (dalam Satoto, 1995: 6) adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa didalam karya sastra. Sangat menarik bahwa dalam perkembangan linguistik terapan bahwa munculnya minat bahkan kesungguhan hati para pakar linguis untuk menerapkan teori dan pendekatan linguistik dalam rangka pengkajian sastra (Satoto, 1995:6). Begitu eratnya pengkajian bahasa dan sastra, sehingga bidang studi stilistika menjadi incaran yang menggairahkan bagi para ahli bahasa dan aahli sastra. Stilistika adalah studi yang menjembatani pengkajian bahasa dan sastra dengan mengkaji apa sebenarnya hubungan antara bahasa dan sastra (Satoto, 1995:6).
Ciri khas sebuah karya sastra tidak saja dilihat berdasarkan genrenya, tetapi dapat pula dilihat melalui konvensi sastra maupun konvensi bahasanya. Khusus dalam kaitan bahasa dalam sastra, pengarang mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk menyampaikan gagasannya dengan tujuan tertentu.
Menurut Aminuddin (2008) gaya merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan dengan rentetan kata, kalimat dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Jadi, gaya merupakan simbol verbal.
Stilistika dalam kajian karya sastra mamiliki hubungan yang sangat erat karena dalam sebuah karya sastra terdapat style sedangkan stilistika merupakan cabang ilmu sastra yang mengkaji tantang stail atau gaya.
Pada mulanya stilistika oleh penemunya, Carles Bally (dalam Hand Out Ali Imron, 2008:15) tidak dimasukkan sebagai studi gaya sastra, melainkan untuk studi bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi tujuan hidup. Menurut Bally stilistika adalah studi tentang efek-efek ekspresif dan mekanisme dalam semua bahasa-bahasa.Baginya stilistika merupakan sumber-sumber ekspresif bahasa dan mengeluarkanya dari dalamnya studi bahasa sastra yang diorganisasikan untuk tujuan estetik.
Tetapi Cressot (dalam Hand Out Ali Imron,2008:15) menyatakan bahwa kesusastraan adalah bidang stilistika yang utama karena dalam bidang kesusastraan pilihan gaya lebih manasuka dan lebih sadar.
KajianStilistikamerupakanbentuk kajian yang menggunakan pendekatan obyektif.Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan penjelasan yang dibuahkan, kajian stilistika merupakan kajian yang berfokus pada wujud penggunaan sstem tanda dalam karya sastra yang diperoleh secara rasional-empirik dapat dipertanggung jawabkan. Landasan empirik merujuk pada kesesuian landasan konseptual dengan cara kerja yang digunakan bila dihubungkan dengan karakteristik fakta yang dijadikan sasaran kajian. Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Stilistika perhatian utamanya adalah kontras system bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren : 1990 : 221).
Pada apresiasi sastra, analisis kajian stilistika digunakan untuk memudahkan menikmati,memahami,dan menghayati system tanda yang digunakan dalam karya sastra yang berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang ingindiungkapkan oleh pengarang, baik dalam karya sastra yang berbentuk puisi, novel, cerpen, drama dan lain-lain.
B. Style ‘Gaya Bahasa’
Style dalam tulisan ini sesuai dengan objek kajiannya, sastra yang menggunakan bahasa sebagi mediumnya, diarikan sebagai ‘Gaya Bahasa’. Gaya bahasa menurut Abram (dalam Al Imron, 2009: 142) adalah car pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengunkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Sedangkan menurut Leech & Short (dalam Al Imron, 2009: 142), Style menyarankan pada pemakaian bahasa dalm konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk kajian tertentu.
Style ‘Gaya Bahasa’ merupakan sistem tanda tingkat kedua dalam konvensi sastra. Makna tanda tersebut ditentukan oleh konvensi sastra. Dengan demikian untuk dapat memahami makna puisi secara total kita dapat mengkaji hubungan stilistika itu sebagai salah satu unsur yang membangun puisi tersebut dengan unsur-unsur yang lain secara keseluruhan (Ali Imron, 2009: 142).

C. Pengertian Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter menurut Tarigan (dalam Ahmad: 2008) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa.
Herman J. Waluyo (dalam Kasandika: 2008) mendefinisikan bahwa Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Membaca puisi pada dasarnya merupakan usaha melakukan kontak lahir batin
dengan puisi tersebut. Pembaca puisi perlu bergulat dengan segala kemampuan, pikiran, pengalaman dan perasaan terhadap puisi yang dibaca agar dapat menangkap segala makna dalam puisi. Mengapa hal tersebut diperlukan? Karena banyak puisi yang bersifat "menyembunyikan makna" dibalik baris-baris kata dan bait.
Dari sudut pandang bahasa, secara konvensional bahasa memiliki konsep Dwi-Tunggal: bentuk dan arti. Kata tertentu memiliki arti tertentu secara harfiah. Namun kata-kata yang digunakan pada puisi mengandung arti "tambahan" dengan memanipulasi bahasa dan memanfaatkan potensi yang ada pada bahasa. Kata-kata didalam puisi dapat membawa arti yang "ambiguous" dan dapat terjadi multiinterpretasi pada puisi yang sama (puisi dapat diinterpretasikan lebih dari satumacam). Menganalisis puisi berarti berusaha mengambil atau menemukan arti biasa maupun arti "tambahan" yang dikandung puisi tersebut. Disamping memahami arti atau makna puisi, kegiatan analisis juga berusaha untuk melihat struktur/ unsur-unsur puisi.
D. Unsur-unsur Puisi
Unsur-unsur puisi menurut Praba (2003) adalah segala sesuatu yang berperan membentuk/ membangun puisi menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur puisi dapat terdiri dari: bunyi, imaji, kiasan, tipografi, diksi, baris, bait, manipulasi tatabahasa dan lain-lain

Pendekatan struktur puisi agar dapat memahami puisi dengan baik, kita dapat berpegang pada prinsip berikut: Makna unsur-unsur puisi membentuk makna keseluruhan puisi. Makna unsur-unsur puisi dicari dengan terlebih dahulu mengandaikan makna keseluruhan puisi. Keberadaan suatu unsur puisi ditentukan oleh adanya unsur lainnya. Oleh karena itu, seluruh unsur-unsur puisi tidak membentuk makna sendiri-sendiri secara lepas tetapi secara bersama membentuk makna keseluruhan puisi. Maka puisi dikatakan sebagai karya sastra yang "koheren" dimana setiap unsurnya saling terkait dan saling menentukan dalam membentuk makna keseluruhan puisi. Oleh karena itu, selalu baca puisi secara keseluruhan, tidak sepotong-sepotong (Praba: 2003).
Secara garis besar puisi memiliki struktur, baik struktur fisik maupun batin. struktur fisik dan struktur batin puisi sebagai berikut.
1. Menurut Pradopo (2007), Struktur fisik puisi meliputi:
1) Diksi
2) Pencitraan
3) Kata konkret
4) Majas
5) Bunyi yang menghasilkan rima dan ritma
2. Menurut Pradopo (2007), Struktur batin puisi meliputi:
1) Perasaan
2) Tema
3) Nada
4) Amanat
E. Teori Semiotik
Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda. Semiotik mengacu pada dua istilah kunci, yaitu penanda atau ‘yang menandai’ (signifier) dan petanda atau ‘yang ditanda’ (signified). Penanda adalah imaji bunyi yang bersifat psikis, sedangkan petanda adalah konsep. Adapun hubungan antara imaji dan konsep itulah yang disebut tanda (Ali Imron, 2009: 146).

Peirce (dalam Ali Imron, 2009: 146) membedakan tiga kelompok tanda, yaitu: (1) Ikon (ikon) adalah suatu tanda yang menggunakan kesamaan dengan apa yang dimaksudkannya, misalny kesamaan peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya. (2) Indeks (index) adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya, misalnya asap merupakan tanda adanya api. (3) Simbol (syombol) adalah hubungan atara hal atau suatu (item) penanda dengan item yang ditandainya yang sudah menjadi konvensi masyarakat. Misalnya janur kuning merupakan tanda ada pernikahan sepasang manusia.




BAB III
METODE PENELITIAN

Karya sastra merupakan struktur tanda yang bermakna. Oleh karena itu, untuk mengkaji stilistika puisi diperlukan teori dan metode yang mampu mengungkapkan tanda-tanda tersebut. Dalam pengkajian ini, dilakukan pengakajian stilistika puisi “Doa” yang meliputi gaya bunyi, gaya kata (diksi), gaya kalimat, citraan, perasaan, nada dan suasana, makana, dan amanat.setelah pengkajian stilistika dilanjutkan pemanfaatan teori Semiotik.
Objek penelitian ini adalah stilistika puisi “Doa” karya Chairil Anwar yang dikajia dengan teori semiotik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, mengingat objek penelitiannya, yakni stilistika bentuk kata verbal. Dalam bentik wacana yang terkandung dalam teks puisi “Doa”. Melalui metode ini, peneliti mengembangkan dan menetukan fokus tertentu, yakni pengkajian stilistika puisi tersebut. (Ali Imrin, 2009:147).
Miles dan Hiberman (dalam Ali Imron, 2009:147) data kualitatif merupakan sumber informasi yang bersumber pada teori, kaya akan deskripsi, dan kaya akan penjelasan proses yang menjadi dalam konteks. Data penelitian ini adalah unsur-unsur stilistika puisi “Doa” berupa data verbal terdiri atas gaya bunyi, kata, kalimat, citraan, perasaan, dan nada dan suasana. Adapun sumber datanya ada satu. Pertama sumber data primer yakni puisi “Doa” karya Chairil Anwar.
Sejalan dengan kajiannya, kajian ini dimulai dengan pedeskripsian berbagai fenomena kebahasaan sebagai wujud stilistika puisi “Doa” dengan mengungkapkan latar belakang, fungsi, dan tujuan pemanfaatan stilistika dalam puisi tersebut. Selanjutnya, analisis makna dilakukan dengan mengunakkan pembacaan model semiotik yang terdiri atas pembacaan heuristik dan hermenutik. Pembacaan heuristik adalh pembacaan yang menurut konvensi bahasa. Pembacaan Hermeneutik adalah pembacaan berulang-ulang dengan memberikan interpretasi terhadap sistem tanda semiotik.

A. Teknik Analisis Puisi
Analisis puisi dapat dilakukan dengan teknik "parafrase" yaitu usaha mengembalikan kata-kata yg hilang atau memperbaiki tata bahasa dalam rangka memudahkan pemahaman puisi. Hal ini amat bermanfaat terutama bagi puisi yang menggunakan sedikit kata-kata (Praba: 2003).
Praba (2003) ada dua metode teknik parafrase:
1. Mempertahankan susunan kata-kata dalam puisi tetapi menambahkan unsur/ kata dalam tanda kurung yang akan memudahkan usaha memahami puisi secara keseluruhan.
2. Mengubah puisi menjadi prosa dengan cara mengubah baris atau bait menjadi kalimat-kalimat dengan menambah/mengurangi/menukar kata-kata tertentu sehingga unsur-unsur asli puisi tidak kelihatan lagi, yang ada hanya suatu prosa dimana prosa tersebut telah menggambarkan makna secara keseluruhan puisi.







BAB IV
Hasil Analisis

A. Analisis Puisi " DOA"
Dalam penelitian akan menganalisis “Doa” yang akan dibagi beberapa tehap mulai dari gaya bunyi, gaya kata, gaya kalimat, citraan, hingga sampai pada pemaknaan. Selain itu juga akan dianalisis dari segi tema, perasaan, nada dsn suasana, serta amanat.

Doa
Karya ChairilAnwar
Puisi Doa karya Chairil Anwa

Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk

Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

1. Gaya Bunyi
Dalam puisi, bunyi berperan penting karena bunyi menimbulkan efek dan kesan tertentu. Bunyi dapat menekankan arti kata, mengintensifkan makna kata dan kalimat, bahkan dapat mendukung pencipta suasana tertentu dalam puisi. Gaya bunyi dalam puisi itu dapat dikemukakan sebagai berikut.
Puisi ini secara keseluruhan didominasi oleh adanya bunyi /u/.bunyi /u/ yang mendominasi keseluruhan puisi ini mempunyai fungsi menimbulkan suasana sedih, haru, pasrah, rela, sunyi, dan sepi. Bunyi /u/ terasa yang mewarnai keseluruhan puisi, sengaja dimanfaatkan oleh penyair untuk mencapai efek makna sekaligus juga untuk mencapai efek estetik.
Pengulangan rima (persamaan bunyi pada akhir kata) juga mendominasi keseluruhan puisi. Dalam hal ini terdapat pengulangan rima akhir. Pengulangan rima akhir pada keempat bait itu membentuk pola yang sama sehingga menimbulkan kedekatan, kekhusu’an, keakraban penyair sebagai makhluk dengan Tuhan.
Pengulangan rima akhiran pada baris pertama pada bait kesatu, kedua, ketiga, keempat, dan kelima, didukung oleh kata dan kalimat yang sama.
Tuhan-Ku
Ada yang menarik lagi, meskipun dengan kata yang berbeda-beda, pada baris ketiga dalam bait kesatu, kedua, dan kelima terdapat pengulangan rima tengah dengah bunyi /i/.
Pada bait kesatu:
Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh

Pada bait kesatu:
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Pada bait kesatu:
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

2. Gaya Kata (Diksi)
Untuk menghidupkan lukisan dan memberikan gambaran yang jelas sesuai dengan gagasan sesuai dengan gagasan yang ingin dikemukakan oleh penyair dalam puisi “Doa” banyak memanfaatkan kata konotatif disamping kata konkret. Kata konotatif mempunyai arti yang tidak langsung yang bersifat tambahan atau menimbulkan asosiasi tertentu. Kata konotatif sekaligus untik menciptakan bahasa kias. pemanfaatan kata konotatif ataupun bahasa kias sengaja dilakukan untuk menyatakan sesuatu secara tidak langsung.

Dinyatakan Riffaterre (dalam Ali Imron, 2009: 152), bahwa pelukisan sesuatu untuk unkapan secara tidak langsung itu merupakan konvensi sastra, terlebih puisi. Ekspresi langsung dilakukan oleh penyair karena tiga hal yaitu: (1) penggantian atau pemindahan arti (displacing of meaning), (2) Penyimpangan arti (distrosing of meaning), penciptaan arti (creating of meaning).
Bait 1 dimanfaatkan bahasa kias berupa majas metafora untuk melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhan dalam berdoa, pada baris ketiga /Aku masih menyebut nama-mu/ “Aku” adalah wahana sedangkan “masih menyebut namamu” merupakan tenor.
Bait 2 majas hiperbola dimanfaatkan pada bait 2 dengan melukiskan sesuatu secara berlebihan. Hiperbola dimanfaatkan untuk menyangatkan arti guna menciptakan efek makna khusus. Yaitu melukiskan bahwa dalam suasana yang gelap dan tenang penyair berdoa memuji tuhannya dengan penuh keikhlasan supaya doanya dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa Yang dilukiskan dengan bentuk /Caya-Mu panas suci/ /Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi/.
Bait 3 memanfaatkan majas hiperbola pada baris kedua /Aku hilang bentuk remuk/ yaitu melukiskan sesuatu yang berlebihan sehingga menimbulkan efek makna khusus.
Bait 4 memanfaatkan majas metafora yang melukiskan bahwasanya penyair rela melakukan apa saja untuk mendapakan ridho dari Yang Maha Kuasa. /Aku mengembara di negeri asing/ merupakan majas metafora, membandingkan sesuatau tanpa menggunakan perbandingan. “Aku” adalah wahana sedangkan “mengembara di negeri asing” adalah tenor.
Majas hiperbola juga dimanfaatkan dalam bait 4 untuk melukiskan sesuatu secara berlebihan. Dalam hal ini hiperbola menyatakan kedekatannya antara penyair dengan Tuhan, rela mengembara kesebuah negeri asing yang sangat jauh demi mendekatkan diri pada Tuhannya yang dilukiskan dengan /Aku mengembara di negeri asing/.
3. Gaya Kalimat
Kepadatan kalimat dan bentuk yang ekspresif sangat diperlukan dalam karya sastra khususnya puisi. Mengingat bahwa puisi hanya inti gagasan atau pengalaman batin yang dikemukakan. Hanya yang penting dan inti yang dikemukakan dalam puisi (Ali Imron, 2009:154).

Pada baris pertama bait 1, 2, 3, 4, 5, sebenarnya dapat disisipkan kata “Wahai” agar lebih jelas dan terfokus. Namun itu diimplisitkan agar lebih padat dan efektif.
/(Wahai) Tuhanku/
...........................
Baris kedua bait 1, 3, 4, dan baris ketiga bait 5, sebenarnya juga dapat disisipi dengan kalimat “dan semua umat-mu”, tetapi ini diimplisitkan supaya lebih padat dan efektif.
Bait 1
.............................................
Aku(dan semua umat-mu) masih menyebut nama-Mu
Bait 3
.................................................
Aku(dan semua umat-mu)hilang bentuk
Bait 4
................................................
Aku(dan semua umat-mu)mengembara di negeri asing
Bait 5
.................................................
Aku(dan semua umat-mu) tidak bisa berpaling
Pemadatan kalimat dengan mengimplisitkan bagian kalimat tertentu pada puisi tersebut selain kalimat menjadi ringkas dan efektif juga mampu menciptakan suasana tersendiri baik keakreban antara si penyair dengan Tuhannya.
4. Citraan
Pencitraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gamabaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu bagi para pembacanya. Cuddon (dalam Ali Imron, 2009: 158) menjelaskan bahwa citraan kata meliputi penggunaan bahassa untuk menggambarkan objek-objek, tindakan, perasaan, pikiran, ide, pernyataan, dan pengalaman indera yang istimewa.
Di tangan sastrawan yang pandai, demikian Coombes (dalam Ali Imron, 2009: 158), imaji itu segar dan hidup, berada dalam puncak keindahannya untuk mengintensifkan, menjernihkan, memperkaya, sebuah imaji yang berhasil membentuk pengalaman menulis terhadapa objek atau situasi yang dialaminya, memberi gambaran yang setepatnya, hidup, kuat, ekonomis, dan segera dapat dirasakan.
Dalam puisi “Doa” penyair memanfaatkan citraan untuk menghidupkan imaji pembaca melalui ungkapan yang tidak langsung. Pada bait 1 penyair memanfaatkan citraanvisual dengan memanfaatkan bahasa kias berupa majas metafora untuk melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhan, sehingga timbul keakraban, kekhusukan ketika merenung menyebut nama Tuhannya.

Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh

Bait 2 penyair mengguanakan citraan visual dengan majas hiperbola untuk melukiskan sesuatu secara berlebihan. Hiperbola dimanfaatkan untuk menyangatkan arti guna menciptakan efek makna khusus. Yaitu melukiskan kedekatana antara penyair dengan Tuhannya. Yang dilikiskan pada baris ketiga, disini penyair melebih-lebihkan kedekatanya, ketulusan, dan kepasrahannya kepada Tuhan /Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi/. Disini kedekatan antara penyair dan Tuhan, didalam sebuah kesunyian ketika merenung berdoa, hanya cahaya lilin yang redup dalam kesunyian malam.

Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Bait 3 menggunkan citraan vusual memanfaatkan majas hiperbola pada baris kedua /Aku hilang bentuk remuk/ yaitu melukiskan sesuatu yang berlebihan sehingga menimbulkan efek makna khusus. Disini dalam keheningan malam, berdoa menyebut nama Tuhannya dengan sepenuh hati hingga badannya bagaikan hilang dan remuk, rela badanya remuk tak tersisa demi Tuhannya.

Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk

Bait 4 juga menggunakan pencitraan visual dengan memanfaatkan majas metafora yang melukiskan kedekatan antara penyair dengan Tuhannya /Aku mengembara di negeri asing/ merupakan majas metafora, membandingkan sesuatau tanpa menggunakan perbandingan. Membandingkan keseriusannya dan kehusukannya dalam berdoa, dengan pengembaraannya ke negeri asing.
Majas hiperbola juga dimanfaatkan dalam bait 4 untuk melukiskan sesuatu secara berlebihan. Dalam hal ini hiperbola menyatakan kedekatannya antara penyair dengan Tuhan, rela mengembara kesebuah negeri asing yang sangat jauh demi mendekatkan diri pada Tuhannya yang dilukiskan dengan /Aku mengembara di negeri asing/. Disisni keseriusan dalam berdoa dirbaratkan mengembara ke negeri asing. Dimanapun berada tetap ingat dan patuh dengan menyebut nama Tuhannya, karena kita hidup hanyalah sebagai sebuah pengembaraan.

Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling

Pemanfaatan pencitraan dalam puisi tersebut mampu menghidupkan imaji pembaca dalam merasakan apa yang diasakan oleh penyair, dengan menghayati pengalaman religi penyair.
5. Kajian Makna Stilistika Puisi “Doa”
Makna karya sastra merupakan formulasi gagasan-gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Mengacu pada teori semiotik, karya sastra merupakan sistem komunikasi tanda. Oleh karena itu, apa pun yang tercantum dalam karya sastra merupakan tanda yang mengandung makna yang implisit di balik ekspresi bahas yang eksplisit. Dalam konteks ini ahli semiotika Perce (dalam Ali Imron, 2009: 161) membedakan tiga kelompok tanda yaitu (1) ikon, (2) indeks, (3) simbol.
a. Penafsiran Judul
Puisi “Doa” mengungkapkan tentang tema ketuhanan. Seseorang seseorang merenung si dalam kesunyian, ia memohon, berharap dan melantunkan pukian kepada Tuhan.

b. Gambaran Umum
Puisi karya Chairil Anwar yang berjudul “Doa” menggambarkan sussana sunyi mengharukan yang jauh dari keramaian karena dalam sussana yang tenang, situasi yang tepat untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain utu puisi di atas juga memiliki corak keagamaaan atau lebih kental dengan nilai-nilai religi (keislaman), dapat dilihat dari judulnya “Doa” sajk-sajaknya mengungkapkan perasaan seseorang yang ingin selalu dekat dengan tuhannya. Dengan ketulusan hati ia percaya akan kekuasaan dan kebesaran tuhan bahwasanya Dialah yang membuat kehidupan ini dan setelah adanya hehidupan hanya kepada Dialah kita akan kembali (Allah SWT).
c. Penelompokan Tanda
1. Indeks:
Panas: Api
Suci: Bersih
Sunyi: sepi
Remuk; Hancur
2. Simbol
Hilang: menandakan tidak ada, pergi.
Remuk: menandakan hancur, musnah.
Kerlip lilin: menandakan redupnya sahaya atau sinar.
Kelam: menanddakan kegelapan malam.
Mengembara; menandakan seorang penyair melakukan perjalanan, berpindah tempat, hijrah.
d. Parafrase
Doa

(Wahai) Tuhanku
(Di) Dalam (sana aku) termenung
(Di) dalam termenung) Aku masih (tetap) menyebut nama-Mu
Biar (pun) susah (akau tetap) sungguh (sungguh)
Mengingat Kau (dengan se) penuh (hati dan) seluruh (jiwa raga)
Sinar) Ca(ha)ya-Mu (yang) panas (tapi) suci
Tinggal (kan) kerlip lilin di kelam (yang) sunyi
(Wakai) Tuhanku
Aku (meng) hilang (tak ber) bentuk
(Tubuhku) Remuk
(Wahai) Tuhanku
Aku Rela) mengembara di negeri asing
(Wahai) Tuhanku
(Hanya) Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku (benar-benar) tidak bisa berpaling (darimu)
e. Tema
Puisi “Doa” karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata ketuhanan. Kata “Doa” yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan tuhan atau Sang Pencipta alam dan seisinya. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah: Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau, caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dalam sebuah kesendirian dari seorang penyair yang menyadari bahwa ia tidak bisa terlepas dari Tuhan sebab kita hidup karena Tuhan, kita mati juga karena Tuhan, dan hanya kepada Tuhan kita semua akan kemali.
Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi”Doa”sangat tepat bila digolongkan pada aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.. Seperti pada kutipan larik berikut :
(1) Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
(2) Aku hilang bentuk
remuk
(3) Di Pintu-Mu aku mengetuk
Akut idak bisa berpaling

Puisi yang bertemakan ketuhanan (Doa) ini memang mengungkapkan dialog dirinya (penyair) dengan Tuhan. Kata “Tuhan” yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah penyair sedang berbicara atau berkomunikasi dengan Tuhan.
f. Nada dan Suasana
Nada berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi.
Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan dengan pembaca, maka puisi “Doa” tersebut bernada sebuah ajakan terhadap pembaca, agar pembaca menyadari bahwa hidup dan mati kita ini karena Tuhan, maka kita tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan.
g. Perasaan
Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi ”Doa” gambaran perasaan penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain:

Aku termenung, menyebut nama-Mu,
Aku hilang bentuk,
remuk,
Aku tak bisa berpaling.
h. Amanat
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ”Doa” ini berisi amanat kepada pembaca agar menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan amanat tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair. Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah ”pengembaraan di negeri asing” yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:

Tuhanku,
Di Puntu-Mu Aku mengetuk
Aklu tidak bisa berpaling







BAB V
PENUTUP

Puisi “Doa” keseluruhan didominasi oleh adanya bunyi /u/.bunyi /u/ yang mendominasi keseluruhan puisi ini mempunyai fungsi menimbulkan suasana sedih, haru, pasrah, rela, sunyi, dan sepi. Bunyi /u/ terasa yang mewarnai keseluruhan puisi, sengaja dimanfaatkan oleh penyair untuk mencapai efek makna sekaligus juga untuk mencapai efek estetik.
Pengulangan rima (persamaan bunyi pada akhir kata) juga mendominasi keseluruhan puisi. Dalam hal ini terdapat pengulangan rima akhir. Pengulangan rima akhir pada keempat bait itu membentuk pola yang sama sehingga menimbulkan kedekatan, kekhusu’an, keakraban penyair sebagai makhluk dengan Tuhan.
Untuk penciraannya lebih menekankan pada bahasa kias yaitu majas metafora dan hiperbola.
Puisi “Doa” mengungkapkan tentang tema ketuhanan. Seseorang seseorang merenung si dalam kesunyian, ia memohon, berharap dan melantunkan pukian kepada Tuhan
Puisi “Doa” karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata ketuhanan. Kata “Doa” yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan tuhan atau Sang Pencipta alam dan seisinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar